Ulang Tahun Terindah

Senin, Oktober 24, 2011


Oleh : Richa Miskiyya
Nana hari ini berangkat sekolah dengan senyum ceria, di tangannya tergenggam tumpukan kertas warna-warni. Kertas-kertas itu adalah undangan pesta ulang tahunnya yang akan dirayakan lusa, hari Minggu.
Sesampainya di sekolah, bel masuk belum berbunyi. Nana pun segera membagikan undangan yang ia bawa kepada teman-teman sekelasnya di kelas VI B.
“Datang ke pesta ulang tahunku, ya,” ujar Nana sambil membagikan undangan.
“Wah, makasih, Nana. Kita pasti datang,” ucap Winda yang tengah berkumpul dengan teman-teman yang lain di bangku belakang.
Setelah semua undangan selesai dibagikan, Nana pun menuju bangkunya di deretan nomer dua dari depan. Teman-teman yang menerima undangan dari Nana terlihat gembira, namun saat melihat Fifi, teman sebangkunya, Nana tidak melihat kegembiraan seperti teman-temannya yang lain.
“Fi, kamu kenapa? Tidak suka menerima undangan dariku, ya?” tanya Nana.
Fifi yang ditanya seperti itu hanya menggeleng.
“Lalu kenapa?”tanya Nana lagi.
Aku teringat dengan Vira, adikku.
“Vira kenapa? Sakit?”
“Bukan, Vira lima hari lagi ulang tahun dan dia ingin sekali ulang tahunnya dirayakan, ia juga merengek minta dibelikan kue ulang tahun. Tapi kamu tahu keadaan keluargaku bukan? Keluargaku hidup sederhana dan tidak punya cukup uang untuk membuat pesta ulang tahun untuk Vira,”jelas Fifi.
Nana terdiam, ia jadi teringat rengekannya pada Papa dan Mama seminggu yang lalu untuk membuat pesta ulang tahun untuknya dan meminta hadiah sepeda baru, padahal sepedanya masih bagus karena memang jarang ia gunakan.
Nana kenal baik dengan Vira. Vira adalah adik Fifi yang sekarang duduk di kelas III di sekolah yang sama dengan Nana dan Fifi. Vira pun bersahabat dengan adik Nana yang bernama Mita karena mereka sama-sama duduk di kelas III.
----- ----- -----
Sesampainya di rumah, Nana langsung menuju ke dapur. Dilihatnya Mama dan Mbok Yah sedang mengelap piring dan gelas yang akan digunakan besok.
Setelah mencium tangan Mama, Nana pun segera duduk di samping Mama.
“Kok anak Mama sedih? Kenapa sayang? Mama dan Papa kan sudah menuruti keinginan Nana untuk merayakan ulang tahun, kok masih sedih?” Nana masih tetap diam tak menjawab pertanyaan Mama.
“Kenapa sayang? Nana mau minta hadiah apa selain sepeda?” tanya Mama penuh sayang. Nana dan Mita adiknya memang berasal dari keluarga berada, sehingga mau minta apapun pasti dituruti oleh Mama dan Papanya.
“Ng...Nana gak mau hadiah sepeda, Ma. Nana mau minta hadiah lain,” ucap Nana.
“Memangnya Nana mau minta apa? Baju baru, sepatu baru, atau boneka?” tanya Mama sambil tetap mengelap piring.
Nana menggelangkan kepalanya. Mama yang melihat gelengan kepala Nana pun mengerutkan dahi, bingung.
“Lho, tadi katanya mau minta hadiah? Kok malah geleng-geleng?”
Nana pun mendekati Mamanya dan membisikkan sesuatu di telinga Mama. Mendengar keinginan Nana, Mama mengerutkan dahinya.
“Boleh ya, Ma?”rajuk Nana.
Mama pun akhirnya tersenyum, “Iya, Sayang. Boleh banget...,” jawab Mama.
“Papa gimana, Ma? Setuju gak ya?” tanya Nana bimbang.
“Papa pasti setuju sayang, biar nanti Mama yang bicara ke Papa.”
“Makasih, Ma,” Nana pun langsung memeluk dan mencium pipi Mamanya saat tahu keinginannya dikabulkan.
----- ----- -----
Esok harinya di sekolah,
“Fi, besok Vira diajak ke pesta ulang tahunku juga ya,” kata Nana pada Fifi saat jam istirahat.
“Tapi Na...”
“Nggak ada tapi-tapian, kalian gak perlu bawa kado. Kalian sudah aku anggap seperti saudara, jadi datang ya, jangan lupa ajak Vira juga,” ucap Nana.
Fifi pun tersenyum mendengar ucapan Nana. “Iya, Na. Besok aku ajak adikku ke pesta ulang tahunmu.”
----- ----- -----
Hari minggu yang ditunggu-tunggu Nana akhirnya datang juga. Ruang tamu sudah dihiasi dengan aneka balon dan kertas warna-warni. Kue dan makanan pun sudah disiapkan.
Teman-teman Nana sudah banyak yang berdatangan, tapi acara belum juga dimulai.
“Acaranya mau dimulai kapan, Kak?” tanya Mita yang sudah tak sabar.
“Bentar, Dek. Nunggu Fifi sama Vira,” jawab Nana.
Akhirnya tak berapa lama, yang ditunggu pun datang. Papa pun segera memberikan sedikit sambutan dan ucapan terima kasih. Setelah Papa memberikan sambutan, Nana pun ikut memberikan sambutannya.
“Terima kasih untuk teman-teman yang sudah mau datang ke pesta ulang tahunku. Sebenarnya ini nggak cuma pesta ulang tahunku saja, tetapi juga pesta ulang tahun Vira, adiknya Fifi yang akan berulang tahun tiga hari lagi. Jadi untuk Vira, sini maju ke depan,” Fifi dan Vira pun kebingungan, mereka tak tahu jika Nana juga membuat pesta untuk Vira.
Pesta berlangsung meriah, tak hanya teman sekelas Fifi dan Nana yang datang, tapi teman-teman sekelas Vira dan Mita juga datang. Ternyata Nana juga menyebarkan undangan untuk teman-teman sekelas Vira dibantu adiknya, Mita.
Vira pun maju ke samping Nana malu-malu ditemani Fifi dan diiringi tepukan tangan yang meriah. Nana memang sengaja ingin memberi kejutan untuk Fifi dan Vira yang ingin ulang tahunnya dirayakan. Akhirnya Nana pun mengganti permintaan hadiah sepedanya dengan permintaan untuk merayakan ulang tahun bersama dengan Vira.
Vira pun terharu ketika melihat kue ulang tahun di depannya dihiasi namanya dan nama Nana. Mereka pun meniup lilin dan memotong kue ulang tahun berdua.
Tak henti-hentinya Vira menebar senyuman, ia terlihat sangat gembira karena ulang tahunnya bisa dirayakan. Nana pun sangat bahagia sekali karena ia bisa berbagi kebahagiaan bersama Vira di hari ulang tahunnya. Di akhir pesta, Papa pun memimpin do’a untuk Nana dan Vira.
Kini Nana sadar, ulang tahun bukanlah soal kado yang bagus dan mahal, tetapi bagaimana kita harus bersyukur kepada Tuhan dan mau berbagi kepada sesama. Baginya, ini adalah ulang tahun terindah.*

(Dimuat di Yunior-Suara Merdeka, Minggu, 23 Oktober 2011)
Read More

Salsa Hitam Manis

Minggu, Oktober 16, 2011

Oleh: Richa Miskiyya
SALSA pulang sekolah dengan wajah bersungut-sungut, padahal tidak biasanya Salsa yang selalu ceria tiba-tiba kali ini pulang dengan wajah mendung.
Mama yang melihat anak bungsunya langsung masuk kamar pun kaget, biasanya Salsa selalu memberi salam lalu datang ke meja makan atau dapur untuk mencari Mama dan menanyakan apa menu makan siang hari ini.
Tapi hari ini beda, Mama pun menemui Salsa di kamarnya.
“Sayang kenapa?” Mama membelai rambut Salsa yang sedang tiduran dan menutupi wajahnya dengan bantal.
Salsa hanya menggelangkan kepala tanpa memperlihatkan wajahnya. Mama paham, itu artinya Salsa sedang tidak mau bicara dan tidak mau dipaksa untuk bicara. Mama akan menunggu Salsa untuk bercerita sendiri.
Malamnya Salsa hanya membolak-balik buku pelajarannya, PR yang harus ia selesaikan belum satu nomor pun ia kerjakan. Pikirannya teringat kejadian tadi siang di sekolah.
”Sa, kamu pas kecil enggak pernah minum susu ya?” tanya Bonar.
”Aku minum susu terus kok, memangnya kenapa?” jawab Salsa.
”Ah, mana mungkin, itu buktinya kulit kamu hitam, kalau minum susu kan putih, hahahaha,” ternyata kata-kata Bonar hanya untuk meledek Salsa.
”Salsa hitam...Salsa hitam....kulit manggis, hahaha,” ledek Bonar dan teman-temannya.
Salsa yang mendengar ledekan Bonar dan teman-temannya membuat mata Salsa memerah dan hampir menangis.
Salsa melihat foto keluarga yang ia letakkan di meja belajarnya, ada Papa, Mama, Salsa, dan Mbak Dina.
”Kenapa aku enggak seperti Mbak Dina?” ucap Salsa lirih seraya memandang kulitnya yang sedikit gelap.
Salsa memang berbeda dengan Mbak Dina, kakak semata wayangnya yang sekarang duduk di kelas VII SMP itu kulitnya putih seperti Mama, cantik.
”Kenapa aku harus berkulit hitam seperti Papa, pikir Salsa. Papa meskipun hitam tapi gagah karena Papa tentara, sedangkan aku? Hufht....” Salsa menghembuskan napasnya.
Tanpa disadarinya, Mama sudah berada di pintu kamarnya dan berjalan menghampiri Salsa.
”Salsa kenapa? Kamu sakit?” Mama segera meraba kening Salsa, tapi tidak panas.
”Kalau Salsa ada masalah, cerita ke Mama ya, Sayang,” kata Mama dengan senyum.
Salsa pun akhirnya menceritakan jika ia sering diledek teman-temannya di sekolah karena kulitnya yang hitam. “Hitam itu kan jelek, Ma,” ujar Salsa.
”Sayang... siapa bilang anak Mama ini tidak cantik? Cantik itu tidak harus dari luar, yang penting hati kita harus cantik. Kita harus selalu berbuat baik pada siapa pun, kita juga tidak boleh membeda-bedakan teman, entah itu dia berkulit putih atau berkulit hitam.”
“Meskipun seseorang itu putih tapi hatinya buruk, sering iri dan dengki, itu juga percuma. Kita itu harus selalu ramah dan tidak boleh membenci orang lain. Kalau ada yang meledek, Salsa tidak boleh balas meledek, apalagi membenci. Satu lagi, anak Mama ini meskipun hitam tapi hitam manis, semanis buah manggis,” nasihat Mama seraya memeluk Salsa penuh kasih sayang.
Salsa pun kini sadar, kita harus mensyukuri apa yang telah diberikan oleh Allah, dan yang penting bukan kulit yang putih, tapi hatilah yang harus putih dan bersih.

Dimuat di Harian Lampung Post, Sabtu 15 Oktober 2011, Share For link

http://www.lampungpost.com/dunia-anak/12196-salsa-hitam-manis.html
Read More

Biar Nggak Jadi Plagiator

Oleh : Richa Miskiyya

Akhir-akhir ini banyak banget yang ngomongin soal plagiat and jiplak-jiplakkan karya, hal ini banyak disebabkan karena budaya malas yang udah menggerogoti bangsa ini.

Selain itu juga bisa disebabkan karena banyak alasan, dari yang ingin dapat nilai bagus dengan makalah hasil jiplakan saat kuliah, sampai ingin jadi terkenal tapi dengan cara yang tak wajar, so kamu gak mau kan disebut plagiator and mau jadi inovator, simak tips dibawah ini:
Banyak Baca
Kamu harus banyak baca buku buat nambah pengetahuan, karena dari pengetahuan yang banyak itu kamu bisa dapat banyak ide yang bagus dan mak nyusss. Baca juga merupakan aktivitas untuk memperkaya dan memperdalam pemahaman kita akan suatu hal. Katakan, No Day Without Reading.
 
Inovasi
Berinovasi adalah bikin sesuatu yang baru dan beda, jangan sampai apa yang kamu dapat, kamu tiru and jiplak habis, tapi kamu juga harus bisa berinovasi untuk bikin yang lebih bagus. Jika sesuatu yang kamu bikin itu bukan hal baru, maka buatlah sesuatu itu menjadi beda.
 
Jangan Potong Kompas
Potong kompas alias cari jalan pintas buat jadi yang terbaik harus dihindari, karena lama-kelamaan, dan kalo udah jadi kebiasaan, tindakan kamu itu bisa jadi penyakit akut dan mempengaruhi kreativitas. Potong kompas hanya dimiliki orang-orang yang malas dan nggak mau berusaha keras dalam mencapai sesuatu dengan benar.
 
Jiwa Kompetisi
Jiwa kompetisi adalah sikap untuk selalu mau bersaing secara sehat. Jangan menghalalkan segala cara, kita harus berjiwa kesatria dalam berlomba. Dengan mempunyai jiwa kompetisi, kita akan selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik dengan jalan yang baik pula.
 
Bisa Milih
Kita harus bisa memilah dan memilih mana yang bagus dan mana yang nggak bagus, jangan sampai kita terjerumus ke dalam hal-hal yang sesat, hingga akhirnya jadi plagiator. Pilihlah jalan yang sesuai dengan hati nurani.
 
Proses
Kita harus menanamkan di hati dan pikiran kita kalo proses adalah hal yang utama yang harus dilalui dalam sukses. Usaha yang keras dalam menghasilkan sesuatu akan terasa nikmat hasilnya ketimbang dengan cara instan, karena kebahagiaan akan menjadi lebih membahagiakan ketika dihasilkan dengan kerja keras.
So, berinovasilah dan berproseslah, jangan jadi plagiator, oke! Dosa tau!!!!

Dimuat di Annida Online
Read More