Merangkai Asa dalam Pesona Bumi Sriwijaya

Minggu, Februari 21, 2016

Setiap orang memiliki impian, begitu juga dengan saya, dan salah satu impian terbesar saya adalah bisa menjelajah negeri tercinta, Indonesia. Impian ini begitu tertanam kuat, baik dalam hati maupun pikiran saya. Perlahan tapi pasti, impian saya untuk menjelajah Indonesia pun mulai terwujud, meski baru Pulau Jawa, Pulau Bali, dan Pulau Kalimantan, akan tetapi saya memiliki keyakinan bahwa jika saya percaya dan tetap berusaha meraih impian itu, maka semesta pun akan ikut berdoa hingga Tuhan akan mewujudkannya.

Setiap kali datang ke sebuah daerah, selalu ada kebahagiaan yang tak terhingga di hati saya serupa menemukan harta karun yang tak ternilai harganya, tentang budaya yang memikat dan mengikat hati saya dengan erat, tentang resep masakan turun temurun yang lezat, juga  tentang pelajaran kehidupan dari masyarakat setempat.

Selama beberapa tahun terakhir, saya banyak berinteraksi dengan teman-teman dari berbagai macam daerah dengan ragam profesi, seperti blogger, traveller, juga penulis buku. Dari mereka saya mendapatkan ragam kisah tentang keindahan alam dan budaya Indonesia. Salah satu dari ragam kisah mereka yang berhasil memikat saya untuk segera datang ke sana adalah kisah tentang Bumi Sriwijaya.

Imajinasi saya tentang Bumi Sriwijaya pun semakin membubung tinggi tatkala saya membaca novel berlatar tanah Sumatera Selatan yang kemudian diangkat menjadi sebuah film bertajuk ‘Ada Surga di Rumahmu’. Saat itulah saya yakin bahwa saya pun akan menemukan potongan keindahan dan kedamaian serupa surga di Bumi Sriwijaya.

Ada banyak tempat di Sumatera Selatan yang selalu menjadi impian dan asa saya sejak lama, dan berikut ini adalah tempat-tempa yang menjadi bagian dari doa-doa di bibir dan hati agar saya bisa segera datang ke sana. 

1.    Jembatan Ampera dan Sungai Musi yang Menawan Hati   

Jembatan Ampera dan Sungai Musi

Datang ke Sumatera Selatan tentunya belum lengkap jika tak datang ke Jembatan Ampera dan Sungai Musi. Ya, Jembatan Ampera dan Sungai Musi serupa detak jantung dan denyut nadi bagi daerah yang beribukota di Palembang ini. 

Bagi saya, Jembatan Ampera dan Sungai Musi seperti sepasang kekasih yang begitu romantis, yang mana cahaya cinta mereka betebaran ke hati setiap orang yang berada di dekatnya.

Jembatan Ampera dan Sungai Musi begitu setia membahagiakan setiap orang yang ingin melihatnya. Kala siang, Jembatan Ampera akan terlihat kokoh membentang, dan Sungai Musi menyimpan arus yang tenang. Sedangkan kala malam, Jembatan Ampera terlihat indah dengan cahaya lampu yang terpancar sempurna, dan Sungai Musi terlihat anggun dengan ketenangan yang bijaksana. 

2.    Kampung Arab Al Munawar yang Bersinar dalam Kedamaian

Kampung Arab Al Munawar

Setiap daerah biasanya memiliki kampung arab, begitu juga dengan di Sumatera Selatan, akan tetapi Al Munawar begitu berbeda dan tak biasa, saya memiliki impian dapat berjalan di antara bangunan dan rumah-rumah tua yang menyimpan sejarah dan menjadi saksi lahirnya ragam generasi. 

Apabila datang ke Kampung Arab Al Munawar, tentunya sungguh sangat membahagiakan jika bisa mendengar lagu gambus sebagai pengiring gerak zavin, dimana kita bisa merasakan kaki yang menari dan kedamaian yang perlahan menelusup di hati.

Kampung Arab Al Munawar memang bukanlah kampung biasa, karena di dalamnya tersimpan kedamaian, kebijaksanaan, juga keteguhan untuk terus mempertahankan kebudayaan yang telah berakulturasi menjadi suatu budaya yang tak lekang oleh zaman. 

3.    Rumah Adat Limas yang Kokoh dalam Keselarasan

Rumah Adat Limas
Setiap kita belanja atau bertransaksi perdagangan, kita tentunya seringkali menggunakan uang pecahan sepuluh ribu rupiah. Namun, sadarkah kita bahwa gambar pada bagian belakang di lembaran uang tersebut adalah rumah Limas, rumah adat masyarakat Sumatera Selatan. 

Saya ingin sekali berkunjung ke Rumah Limas, saya ingin belajar tentang perpaduan budaya Jawa yang melekat pada kokohnya Rumah Limas, lewat kokohnya atap  Rumah adat ini menjadi tanda bahwa adanya budaya berbagai suku bangsa yang menyatu, berpadu dalam kedamaian dan keselarasan.  

4.    Pulau Kemaro, Lambang Cinta dan Kesetiaan

Pulau Kemaro
Hidup dalam cinta dan kesetiaan tentunya menjadi harapan setiap orang, begitu juga dengan saya. Tak hanya belajar dari pengalaman diri sendiri, namun saya pun ingin belajar tentang cinta dan kesetiaan dengan berkunjung ke Pulau Kemaro, lewat kisah Putri Fatimah dan Pangeran Tan Bun An. 

Saya ingin datang bersama pasangan ke pulau ini yang mana konon bisa menjadikan sejatinya kisah cinta hingga maut memisahkan. Di Pulau Kemaro ini selain terdapat pagoda, klentheng, serta makam yang dibangun untuk Putri Fatimah dan Pangeran Tan Bun An, sebenarnya juga terdapat pembelajaran bahwa cinta sejati tidaklah memandang perbedaan adat dan budaya, karena cinta adalah kesesuaian jiwa, dan kesetiaan untuk selalu bersama sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Pangeran Tan Bun An dan Putri Fatimah, kekasihnya. 

5.    Pusat Tenun Songket yang Memikat

Menenun Songket
Jika Jawa memiliki Batik dan Batak memiliki Ulos, maka Sumatera Selatan memiliki kain songket. Sebuah kain yang menjadi kebanggaan masyarakat Sumatera Selatan. 

Saya adalah pecinta kain nusantara, dan setiap datang ke suatu daerah, salah satu hal yang tidak pernah saya lewatkan adalah berburu kain khas daerah tersebut. 

Ada beragam jenis batik dan tenun yang sudah saya miliki, namun hingga saat ini ada satu jenis kain yang begitu memikat namun belum saya dapatkan, yaitu kain Songket. Maka dari itu, apabila saya bisa berkunjung ke Sumatera Selatan, saya sangat ingin berkunjung ke Pusat Tenun Songket, saya ingin melihat melihat ketekunan para penenunnya, dan belajar tentang ketelitian, kesabaran, dan rasa cinta pada budaya hingga bisa menghasilkan kain-kain yang indah dan memikat. 

Itulah 5 (lima) tempat impian yang sangat ingin saya datangi apabila saya bisa datang berkunjung ke Sumatera Selatan. Tempat-tempat yang penuh dengan sejarah, budaya dan pesona bumi Sriwijaya yang menyimpan mimpi-mimpi saya untuk bisa datang ke sana. (*) - Richa Miskiyya

Sumber Foto :
Jembatan Ampera : bit.ly/1QshmMC
Kampung Arab Al Munawar : bit.ly/20NXpFX

Rumah Adat Limas : bit.ly/1WBhiPm
Pulau Kemaro : bit.ly/1Q2Zrgj

Menenun Songket : bit.ly/1XG8SYf


Read More

I AM HOPE THE MOVIE, Berbagi Harapan untuk Saling Menguatkan

Kamis, Februari 18, 2016


Setiap orang pasti memiliki harapan-harapan baik dalam dirinya. Manusia dan harapan memang tidak bisa dipisahkan, akan tetapi, sebagian dari kita tak memiliki harapan yang sempurna karena harapan yang selama ini digenggam perlahan berguguran di tengah perjalanan kehidupan.

Padahal, bagi manusia, harapan adalah sumber kehidupan yang membuat kita tak lelah dan terus tetap tegar untuk bertahan menghadapi segala badai dan tantangan. Lalu bagaimana jika harapan perlahan menghilang? Akankah ia bisa kembali utuh?

Harapan bukanlah impian kosong karena di dalamnya terdapat ikhtiar serta doa yang dipanjatkan. Harapan itu serupa darah merah yang mengalir dalam tubuh, ketika seseorang kehilangan darahnya, maka kita pun bisa menyelamatkan hidupnya dengan berbagi aliran darah merah. Begitupun ketika seseorang merasa tak lagi memiliki harapan, bukan tidak mungkin kita juga bisa berbagi harapan yang kita miliki, karena percayalah, harapan adalah mata air kebahagiaan yang akan terus mengalir meski dibagi pada ribuan bahkan jutaan orang di dunia ini. 

Semangat untuk berbagi harapan inilah yang akhirnya menjadi penggerak awal dari tiga orang hebat dengan mimpi tak bertepi. Wulan Guritno, Janna Soekasah, dan Amanda Soekasah adalah tiga orang wanita hebat yang berhasil membangkitkan jutaan harapan lewat gerakan #HOPE. Lewat gerakan #HOPE ini, ada mimpi yang terus digenggam, yaitu bagaimana menumbuhkan semangat untuk terus berbagi, tak hanya berbagi harapan tapi juga berbagi kebahagiaan. 

Sejak 2014, semangat berbagi itu pun terus menerus disebarkan Wulan Guritno dan Soekasah Bersaudara pada dunia lewat gelang harapan, sebuah gelang yang dibuat dari Kain Pelangi Jumputan karya designer Ghea Panggabean.  

Gelang harapan ini bukanlah gelang biasa, karena di setiap ikatan kainnya memiliki makna bahwa terdapat banyak harapan yang saling bertautan sehingga saling menguatkan. Warna pelangi dari kain jumputan pun menjadi simbol harapan, serupa pelangi yang hadir setelah hujan. 

Gelang Harapan
Gerakan gelang harapan terus disebarkan oleh semua relawan & Warriors of Hope, yang mana gerakan ini terus menyebarkan harapan, khususnya bagi para pejuang kanker dan keluarganya.

Gerakan gelang harapan memiliki aktivitas kepedulian bernama ‘Journey of Hope’. Journey of Hope ini berupa penggalangan dana dengan menjual gelang harapan yang dilakukan secara langsung maupun lewat Care Entertainment di beberapa kota. Gerakan ini memiliki tujuan untuk membantu pasien kanker dari ekonomi tidak mampu di Indonesia.   

Bagi para pejuang kanker dan keluarganya, mendapatkan materi berupa uang yang dapat digunakan untuk membantu pengobatan memang penting, namun selain itu, mereka pun butuh pelukan serta tatapan mata persahabatan yang menguatkan. Itulah yang hendak diberikan oleh gerakan harapan, bukan hanya berbagi materi, namun juga berbagi kekuatan hati. 

Gerakan ini ingin menunjukkan bahwa para pasien kanker dan keluarganya tidaklah berjuang sendirian, karena mereka masih memiliki kita yang bersedia untuk berjuang bersama, dengan segenap hati, juga sepenuh harapan yang dimiliki.  

Semangat untuk berbagi kekuatan hati inilah yang kemudian mewujud pada gelaran Concert of Hope serta produksi I AM HOPE THE MOVIE, sebuah film yang menjadi salah satu bentuk kepedulian pada para cancer survivor yang mana sebagian keuntungan film ini digunakan untuk pengobatan para sahabat yang menderita kanker.

Poster I Am Hope The Movie

I Am Hope The Movie ini diproduseri oleh Wulan Guritno, Janna Soekasah dan Amanda Soekasah, serta disutradarai oleh Adilla Dimitri. I Am Hope The Movie ini juga didukung oleh artis-artis kenamaan dari generasi berbeda, yang mana aktor dan aktris senior bersinergi apik dengan aktor dan aktris muda Indonesia. 

Tatjana Saphira dan Fachry Albar telah berhasil menuangkan harapan lewat akting mereka bersama Tio Pakusadewo, Ray Sahetapy, Fauzi Baadilla, Kenes, Feby Febiola serta aktor dan aktris lainnya. 

I Am Hope The Movie ini berkisah tentang Mia (Tatjana Saphira) seorang cancer survivor yang memiliki impian untuk membuat sebuah pertunjukan teater. Akan tetapi, impiannya tersebut hampir pupus tatkala ia divonis mengidap kanker. 

Seperti de javu, Mia juga teringat pada ibunya yang telah meninggal karena penyakit ini. Bayangan kesedihan pun menghantui Mia yang mana ia justru ingat kesedihan ayahnya (Tio Pakusadewo) saat ibu Mia tiada, selain itu Mia pun takut jika ketika Tuhan nanti mencabut nyawanya, ia belum sempat menggapai mimpinya. 

Mia jatuh bangun menggapai impiannya, hingga kemudian ia bertemu dengan David (Fachry Albar) yang mana memberikan kepercayaan dan harapan bahwa Mia dapat menggapai mimpinya. 

Akan tetapi, untuk mewujudkan impiannya untuk membuat suatu pertunjukan teater ternyata tak semudah yang dibayangkan. Akankah Mia dapat mewujudkan mimpi besarnya ini di tengah perjuangannya melawan penyakit kanker yang bersarang di tubuhnya? 

Jika penasaran seperti apa I Am Hope The Movie ini, anda bisa melihat teasernya di 



Tak hanya didukung oleh akting apik dari para aktor dan aktris kenamaan Indonesia saja, namun kisah dalam film ini menjadi lebih hidup tatkala kita mendengar OST I Am Hope The Movie yang berjudul Nyanyian Harapan. 

Warrior of Hope

Original Soundtrack I Am Hope The Movie ini dibawakan oleh RAN dan Warrior of Hope. Siapakah Warrior of Hope itu? Mereka adalah anak-anak hebat yang gigih berjuang melawan kanker. Ingin mendengar nyanyian harapan mereka? Kita bisa mendengarkan lewat https://goo.gl/NJcL5I atau kita juga bisa mendownload lagu mereka di itunes.


Februari, Bulan Berbagi Cinta dan Harapan
Sejak awal tahun 2016, semangat harapan I Am Hope The Movie memang terus menerus digaungkan, tak hanya di dunia nyata, tetapi juga di dunia maya lewat adanya beberapa kompetisi yang diadakan oleh Yayasan Dunia Kasih Harapan & Alkimia Production bekerjasama dengan Berlian Entertainment & Media Carita Digital Uplek.com, seperti kompetisi Blog, Twitter, Instagram, dan Live Tweet. 

Pada bulan Februari ini kita diberi banyak kesempatan untuk berdonasi tak hanya lewat tiket film I Am Hope yang kita beli, namun kita pun juga diberi kesempatan untuk bisa berbagai lewat beragam kompetisi yang bisa kita ikuti, dengan mengikuti kompetisi tersebut, kita pun sama halnya dengan menyebarkan harapan di bulan yang penuh cinta ini.  

Tentunya kita tahu bahwa Februari adalah bulan yang identik dengan cinta karena di dalamnya ada Hari Valentine yang jatuh setiap tanggal 14 Februari. Namun, tak hanya bulan cinta, karena Februari ini juga merupakan Bulan Kanker dimana tepat tanggal 04 Februari diperingati sebagai World Cancer Day atau Hari Kanker Sedunia. 

Tanggal 04 Februari 2016 lalu, untuk mendukung film ini serta memperingati World Cancer Day 2016 diadakan pula I AM HOPE Concert di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Bulan Februari ini, tak hanya ada harapan yang disebar lewat musik dan layar lebar, akan tetapi juga lewat kata-kata dalam novel I Am Hope yang ditulis berdasarkan  I Am Hope The Movie.  

I Am Hope Concert


Novel I Am Hope
I Am Hope The Movie yang diputar perdana pada 18 Februari 2016 ini juga menunjukkan bahwa pada bulan Februari bukan hanya waktu yang tepat untuk berbagi cinta pada sesama, akan tetapi juga waktu yang tepat untuk berbagi harapan. Bukankah cinta dan harapan merupakan dua hal yang tak bisa dipisahkan? 

Akhir Kisah Mia dan Harapannya....
Saat menonton teaser I Am Hope The Movie tentunya kita memiliki berbagai macam harapan tentang kehidupan Mia dalam film tersebut, begitupun dengan saya.

Saya memiliki harapan besar bahwa kisah Mia ini akan berakhir dengan Happy Ending, bukankah dalam akhir yang bahagia selalu terselip harapan baik di hati kita? Meski Mia jatuh bangun, harapan saya Mia tak pernah pantang menyerah mewujudkan impiannya untuk membuat sebuah pertunjukan teater. 

Meskipun tubuhnya lemah karena kemoterapi, lewat dukungan David, ayahnya, serta sahabatnya Maia, akhirnya Mia bisa berhasil mempertunjukkan sebuah kisah yang indah dalam teaternya. 

Bahkan, Mia tak seorang diri, karena di gedung pertunjukan tempat teaternya dipentaskan, banyak cancer survivor yang diundang khusus oleh David untuk ikut menonton pertunjukan tersebut dan itu membuat Mia begitu bahagia, karena lewat pertunjukan yang ia buat di tengah kesakitan yang dirasakannya, ia tak hanya bisa menumbuhkan harapan di hatinya dan orang-orang yang mencintainya, akan tetapi juga menumbuhkan harapan para cancer survivor yang menonton pertunjukannya. “Semoga selalu ada harapan yang akan terus tumbuh dalam diri mereka,” harap Mia dalam hatinya. 

I Am Hope The Movie, 18 Februari 2016
Ingin berbagi harapan pada sesama? Jangan lupa saksikan I Am Hope The Movie, mulai tayang perdana tanggal 18 Februari 2016 di bioskop-bioskop kesayangan kamu. Jangan lupa ajak orang-orang tersayang untuk ikut berbagi harapan lewat film ini ya ^_^ (*) - Richa Miskiyya

“PRE SALE @IAmHopeTheMovie yang akan tayang di bioskop mulai 18 februari 2016. Dapatkan @GelangHarapan special edition #IAmHope hanya dengan membeli pre sale ini seharga Rp.150.000,- (untuk 1 gelang & 1 tiket menonton) di http://bit.ly/iamhoperk Dari #BraceletOfHope 100% & sebagian dari profit film akan disumbangkan untuk yayasan & penderita kanker sekaligus membantu kami membangun rumah singgah.
Follow Twitter @Gelangharapan dan @Iamhopethemovie
Follow Instagram @Gelangharapan dan @iamhopethemovie
Follow Twitter @infouplek dan Instagram @Uplekpedia
#GelangHarapan #IamHOPETheMovie #BraceletofHOPE #WarriorOfHOPE #OneMillionHOPE #SpreadHope”

Read More

Ibu Djum, Sentuhan Pesona di Setiap Busana

Senin, Februari 15, 2016


Fashion is about something that comes
From within you
                       -Ralph Lauren-

Setiap perempuan tentunya ingin selalu tampil cantik dan menarik. Selain lewat tampilan wajah, pasti selalu ingin tampil mempesona lewat busana, tak terkecuali dengan saya. Akan tetapi, banyak kendala yang akhirnya membuat saya harus memutar otak agar tetap bisa tampil mempesona.

Tempat tinggal saya yang berada di kampung dan jauh dari kota, membuat saya tak bisa mendapatkan baju yang saya inginkan dengan mudah serta dengan harga yang murah. Memang saat ini penjualan baju lewat online sudah berkembang pesat, banyak pilihan baju dengan harga miring serta tampilan gambar yang eye catching. Akan tetapi, membeli lewat online bagi saya bukanlah pilihan utama bagi saya.

Kenapa saya kurang suka membeli baju lewat online? Selain karena barang asli seringkali tidak serupa dengan yang ada di gambar, juga karena ukuran tubuh saya yang cenderung kurus memang susah menemukan ukuran baju yang tepat. Kalaupun membeli online, pasti saya harus permak ulang untuk mengecilkan ukurannya agar sesuai dengan tubuh saya.

Beberapa kali saya tak bisa mendapatkan baju yang tepat ketika membeli online, apalagi untuk acara-acara khusus seperti ke acara formal seperti pesta undangan pernikahan keluarga atau sahabat yang tentunya membutuhkan tampilan yang khusus pula.

Jika dulu, undangan-undangan acara formal semacam itu bisa menjadi sebuah nightmare bagi saya karena bingung harus mempersiapkan penampilan seperti apa, tetapi sekarang nightmare itu sudah menjadi sebuah mimpi yang indah sejak saya bertemu dengan Ibu Djum, seorang penjahit yang 2 tahun terakhir membuka usaha jahit di desa saya. 

Ibu Djum
Berbeda dengen penjahit lain di desa saya yang kurang mengikuti perkembangan mode karena lebih banyak mendapatkan order jahit seragam sekolah atau seragam para PNS, maka Ibu Djum bisa dikatakan adalah penjahit yang up to date soal mode yang sedang nge-hitz.

Menempati sebuah ruang berukuran 3x4 meter  yang dikontraknya, Ibu Djum dan suaminya bekerja di tengah tumpukan kain untuk memenuhi pesanan jahitan pelanggan dengan sepenuh hati.

Meski usianya sudah paruh baya, tapi dengan sentuhan tangannya yang cermat, Ibu Djum bisa mengubah kain biasa menjadi busana dengan tampilan yang mempesona. Saya cukup menunjukkan model di majalah atau internet, maka Ibu Djum akan menyanggupi model yang saya inginkan dan hasilnya pun awesome, sesuai yang saya inginkan. Akhirnya, karena bantuan dari Ibu Djum inilah, saya tak perlu lagi pusing memikirkan tampilan busana saya di hari-hari istimewa, selain hasilnya oke, harganya pun kece. 

Hasil Jahitan Ibu Djum
Bahkan, beberapa waktu lalu, tak hanya menjadi penyelamat saya jelang hari-hari istimewa, Ibu Djum juga menjadi penyelamat untuk sekolah adik saya. Hari itu, celana seragam sekolah adik saya robek, dan keesokan harinya adik saya harus mengenakan celana tersebut. Karena seharian hujan, saya baru bisa keluar rumah malam hari, dan saya pun langsung membawa celana seragam adik saya tersebut ke tempat jahit Ibu Djum.

Awalnya saya agak panik karena takut tempat jahit Ibu Djum sudah tutup. Untunglah ketika saya sampai ke sana Ibu Djum masih sibuk menjahit dan belum menutup tempat jahitnya.  Meski sedang sibuk dengan jahitan pelanggan lain, Ibu Djum mau meluangkan waktu sejenak untuk memperbaiki celana seragam adik saya, dan ketika saya bertanya harus membayar berapa? Ibu Djum mengatakan kalau itu ‘Gratis’. Betapa senang hati saya, karena di tengah kesibukannya, Ibu Djum masih bersedia menolong saya dengan cuma-cuma.

Ibu Djum juga menjadi sosok pengusaha mikro yang seharusnya bisa menjadi lebih berkembang lewat tabungan Taseto Mapan kita di BTPN Sinaya. Misalnya ketika kita menabung sebesar Rp 2.500.000,- / bulan dalam jangka waktu 5 tahun, maka dana kita akan berkembang dan tumbuh menjadi Rp 170.885.649,- yang bisa digunakan untuk memberdayakan jutaan mass market seperti sosok Ibu Djum melalui pinjaman dana dan berbagai pelatihan melalui program daya.

Simulasi Tabungan BTPN

Sosok seperti Ibu Djum inilah yang membuat saya terinspirasi, lewat keserhanaannya, Ibu Djum tak hanya bekerja dengan tangannya, akan tetapi juga dengan hatinya, sebagaimana yang dikatakan oleh Ralph Lauren bahwa fashion adalah tentang sesuatu yang datang dari dalam diri, dan itulah yang sudah dibuktikan oleh Ibu Djum lewat sentuhan pesona hatinya di setiap lembar busana yang dibuatnya. (*)
Read More