Belajar Mencintai dan Membangun Negeri dari Sosok B.J. Habibie

Sabtu, Agustus 20, 2016


Delapan puluh tahun lalu, tepat pada tanggal 25 Juni 1936 lahir seorang anak yang tumbuh menjadi sosok cerdas, pantang menyerah, dan memiliki visi membangun negeri. Ibunya, R.A. Tuti Marini Puspowardoyo, memberi nama Bacharuddin Jusuf Habibie.

Sejak kecil, Habibie ternyata juga memiliki bakat serta minat di bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan ia bercita-cita menjadi seorang insinyur, sebuah cita-cita masa kanak-kanak yang akhirnya terwujud, pada tahun 1954 ia berhasil menjadi mahasiswa di Institut Teknologi Bandung, jurusan Teknik Mesin.

B.J. Habibie (Sumber : tempo.co)

Impian Tanpa Batas


Habibie muda memiliki impian tanpa batas, dan untuk meraih impian itu, ia tak hanya berdiam diri, melainkan terus melangkah dan pantang menyerah. Habibie begitu berani mengambil keputusan untuk berkuliah di Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule, Jerman.

Keputusannya untuk pergi ke Jerman memang tidaklah mudah, bukan hanya karena jauh dari tanah air dan ibunda yang dicintainya, tapi juga karena keterbatasan dana yang dimilikinya. Habibie berkuliah di Jerman memang bukan karena beasiswa, namun dengan biaya pribadi. Hal ini bukan karena Habibie tak mampu atau gagal meraih beasiswa, akan tetapi karena semangat ibundanya yang ingin mendukungnya secara penuh, termasuk soal biaya kuliah. Ini terkait sumpah sang ibu ketika ayahanda Habibie meninggal bahwa ibundanya akan membiayai seluruh pendidikan anak-anaknya dari hasil jerih payahnya. Atas dukungan ibundanya lewat usaha katering dan rumah indekos di Bandung, Habibie pun menjalani studinya di Jerman.

Meski mendapat dukungan dana dari ibunda, bukan berarti hal tersebut dapat memenuhi semua kebutuhan Habibie selama berkuliah di Jerman. Habibie begitu rela menahan lapar dan berpuasa, serta lebih memilih menghabiskan waktunya di perpustakaan agar lupa dengan rasa lapar yang melilit perutnya. Di saat liburan, Habibie lebih memilih mengambil mata kuliah agar cepat selesai karena ia tidak ingin mengecewakan keluarganya yang sudah membiayainya.

Tak hanya rajin di bidang akademik, Habibie juga rajin ikut dalam organisasi. Bahkan ia juga menginisiasi seminar PPI se-Eropa yang mempertemukan seluruh mahasiswa Indonesia di benua biru. Bahkan demi terlaksananya seminar ini, Habibie sampai jatuh sakit yang parah dan hampir meninggal dunia.

Namun, Tuhan begitu sayang dengan Habibie, hingga masih memberikan umur panjang untuk Habibie. Dengan kerja keras serta jiwa pantang menyerah, akhirnya Habibie bisa menyelesaikan studi S1 dan S2 nya di Jerman.

Selepas S2, Habibie memutuskan untuk menikah dengan kawan SMA nya, Ainun. Meski telah mendapatkan gelar yang mumpuni, bukan berarti perjuangan Habibie berhenti, karena Habibie harus mulai mencari nafkah untuk menghidupi keluarga kecilnya serta mencari biaya untuk melanjutkan studi S3 nya, dan demi itu semua, Habibie dan istri harus rela tinggal di apartemen kecil serta hidup sederhana.

Asa yang Mengangkasa

"Pengalaman tak bisa dipelajari, tapi harus dilalui”- B.J. Habibie

Pengalaman memang tak bisa dipelajari, karena ia harus dijalani dan dilalui, itulah yang terpatri dalam diri Habibie. Beragam pengalaman coba ia jadikan pelajaran, tak hanya pengalaman yang menggembirakan, namun ia juga belajar arti kehidupan di setiap tantangan dan permasalahan yang dilaluinya.

Habibie dan Industri Pesawat Indonesia (sumber : viaberita.com)


Habibie pun belajar bahwa untuk menggapai asa dan cita-cita tak hanya diperlukan kepintaran semata, namun yang terpenting adalah ketekunan dan keuletan. Akhirnya kerja keras Habibie pun tak sia-sia, lulus dari studi S3 nya, Habibie mendapat kepercayaan untuk menduduki jabatan penting di Messerschmitt-Bolkow-Blohm (MBB), Hamburg-Jerman. Berkat ketekunan yang dimilikinya, karir Habibie melesat hingga ia berhasil menjadi direktur teknologi MBB, sejak tahun 1969 hingga tahun 1973.



Habibie meraih kesuksesan itu saat usianya belum menginjak 40 tahun. Ia banyak menyumbangkan hasil penelitian mengenai termodinamika, kosntruksi, serta aerodinamika pesawat. Rumusan teori-teorinya pun dikenal luas dan masih digunakan di dunia penerbangan dunia hingga kini. Beberapa teorinya yang terkenal adalah ‘Habibie Factor’, ‘Habibie Theorem’, serta ‘Habibie Methode’.

Habibie menjadi bukti bahwa dengan ketekunan, ia telah berhasil membawa asa dan cita-citanya terbang mengangkasa layaknya pesawat udara yang dibuatnya. Habibie pun telah membuktikan bahwa jangan pernah meremehkan mimpi atau cita-cita sekecil apapun, karena dengan kerja keras, impian dan cita-cita itu bisa diraih dalam genggaman.
 

Cinta Habibie untuk Ibu Pertiwi

Sebagai seorang ilmuwan di Jerman, bisa dikatakan Habibie telah memiliki segalanya. Kekayaan, jabatan, nama baik, juga keluarga yang bahagia. Jika Habibie mau, cukuplah ia tinggal di Jerman selamanya, dan tak perlu kembali ke Indonesia.

Namun, Habibie tidaklah seperti itu. Semua yang ia lakukan di Jerman bukanlah untuk kepentingan dirinya pribadi, akan tetapi justru untuk membangun negeri, karena sesungguhnya, sejauh-jauhnya Habibie melangkah pergi, cinta Habibie tetaplah untuk Ibu Pertiwi dan akhirnya ke Indonesia lah ia kembali.

Dengan kebahagiaan penuh serta cinta yang utuh untuk Indonesia, Habibie pulang kembali ke Indonesia di usianya yang ke 38 tahun, tepatnya pada tahun 1974. Presiden Soeharto kala itu mengangkatnya sebagai penasihat pemmerintah dalam bidang teknologi pesawat terbang dan teknologi tinggi.

Habibie memiliki janji pada dirinya sendiri bahwa ia akan memajukan teknologi penerbangan di Indonesia sebagai bukti bakti dan rasa cintanya pada ibu pertiwi. Hal itupun dibuktikannya dengan adanya pembangunan PT. IPTN (Industri Pesawat Terbang Nasional) pada 1976, BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) serta laboratorium Puspitek (Pusat Penelitian dan Ilmu Pengetahuan) pada tahun 1986.


Pada tahun 1978, Habibie pun diberi kepercayaan untuk menduduki jabatan sebagai Menristek (Menteri Negara Riset dan Teknologi) selama 2 dekade. Habibie mencurahkan segala daya upaya yang dimilikinya untuk memajukan industri pesawat terbang nasional, dan hal ini terbukti dengan dihasilkannya pesawat produk nasional, yaitu CN-235 serta N-250.

Tahun 1998, Indonesia bergejolak. Setelah Presiden Soeharto dilengserkan, Habibie yang sebelumnya adalah wakil presiden akhirnya menjadi Presiden Indonesia ke-3. Meski hanya menjabat sebentar sebagai Presiden, akan tetapi Habibie telah berhasil mengantarkan Indonesia keluar dari krisis ekonomi.


Setelah tak lagi menjadi Presiden, dan meski mendapat tawaran sebagai Warga Negara Kehormatan oleh Jerman. Habibie memilih untuk menolak tawaran tersebut dan tetap memilih di Indonesia agar bisa terus menerus membangun bangsa lewat Habibie Center, sebuah yayasan yang bergerak untuk memajukan demokratisasi di Indonesia berdasar pada moralitas dan integritas budaya serta nilai-nilai agama.

Habibie membuktikan bahwa untuk membangun bangsa bisa dengan berbagai cara, tak harus menjadi pejabat atau politisi, karena pembangunan bangsa tak hanya berkisar pada pemerintahan semata, akan tetapi yang tak kalah penting adalah membangun jiwa masyarakatnya.

Tahun 2016 ini, usia Habibie telah menginjak usia 80 tahun, yang mana lebih dari separuh hidupnya telah digunakannya untuk membangun bangsa Indonesia. Perjalanan cinta Habibie untuk ibu pertiwi pun terekam jelas dalam ‘Pameran Foto Habibie dan gebyar aneka lomba yang dilaksanakan berbagai komunitas yang tergabung dalam Friends of Mandiri Museum’. Pameran ini dibuka untuk umum mulai 24 Juli 2016 hingga 21 Agustus 2016 di Museum Bank Mandiri, Kota Tua – Jakarta Barat.

Acara ini tak hanya menjadi bukti karya Habibie untuk bangsa, namun juga bukti bahwa begitu banyak orang yang mencintai Habibie sebagaimana banyaknya cinta yang telah diberikan Habibie untuk bangsa ini.

Segala karya yang dilakukan Habibie murni untuk membangun bangsa ini, bukan untuk mendapatkan sanjung puji, karena seperti apa yang pernah dikatakan oleh Habibie, ‘Hanya anak bangsa sendirilah yang dapat diandalkan untuk membangun Indonesia, tidak mungkin kita mengharapkan dari bangsa lain.’ (*) – Richa Miskiyya

6 komentar