Urgensi Menjaga Hutan dalam Mitigasi Perubahan Iklim

Sabtu, Juni 03, 2023

Hutan Indonesia merupakan hutan hujan terluas ketiga di dunia yang luasnya mencapai 142 juta hektare (ha) pada tahun 2020. Sedangkan hutan terluas di dunia pertama adalah Hutan Amazon (468 juta ha) dan disusul oleh Cekungan Kongo (188 juta ha). 

Dengan luas hutan Indonesia tersebut, maka diharapkan bisa berkontribusi dalam penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 17-23 persen di tahun 2030 mendatang. Meski begitu, keberadaan hutan Indonesia juga mengalami ancaman dari deforestasi serta kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Apalagi pada tahun 2020, tingkat deforestasi hutan mencapai 115 ribu ha dan 1,6 juta ha lahan terdampak karhutla di tahun 2019 yang menyebabkan dilepaskannya 708 juta ton emisi CO2. 


Pentingnya sikap masyarakat untuk lebih peduli dengan Hutan ini mendorong Blogger Perempuan dan Eco Blogger Squad bekerja sama dengan komunitas Hutan Itu Indonesia dan Lingkar Temu Kabupaten Lestari mengadakan Online Gathering pada 29 Mei 2023 lalu dengan tema ‘Peran Komunitas untuk Menjaga Hutan dalam Mitigasi Perubahan Iklim’

Komunitas Hutan Itu Indonesia yang dalam acara ini diwakili oleh Christian Natali menjelaskan bahwa keberadaan komunitas tersebut salah satunya bertujuan untuk mengajak lebih banyak orang Indonesia, termasuk orang muda perkotaan untuk lebih cinta dan beraksi untuk menjaga hutan. 

Keberadaan hutan ini memang sangat penting karena menjadi salah satu hal yang menjaga bumi dari gempuran perubahan iklim, apalagi dari data-data yang ada, selama beberapa dekade terakhir bumi kita sudah mengalami kenaikan suhu rata-rata sebesar 1,4 derajat. Hal lain yang kasat mata dan bisa menjadi contoh dampak perubahan iklim adalah adanya kekeringan, arus angin atau bencana badai seroja, juga mencairnya es di kutub utara dan kutub selatan. 

Dalam 5 tahun terakhir Indonesia sudah kehilangan hutan 3.5x luas Pulau Bali dan terjadi deforestasi sebesar 28 juta hektar hingga tahun 2030 karena industri Pulp, kertas dan kelapa sawit. Indonesia juga mengalami kerugian 75 trilyun rupiah yang disebabkan oleh karhutla di tahun 2019.

Hingga saat ini, isu hutan tidak terlalu tersentuh oleh masyarakat awam kebanyakan, hal ini karena ada beberapa sebab:


1. Di Luar Radar

Sedikit pemberitaan atau kabar di media nasional atau media sosial yang membahas tentang urgensi hutan. 

2. Diskoneksi

Banyak masyarakat awam yang tidak terkoneksi dengan hutan karena tempat tinggalnya yang jauh dari hutan sehingga tidak merasakan dampak langsung dari keberadaan hutan. 

3. Pesimis dan Negatif

Banyaknya pemberitaan negatif tentang hutan 

Studi dari Hutan Itu Indonesia di tahun 2017 menyatakan bahwa 82,7% responden menyatakan keprihatinan tentang kondisi hutan Indonesia, tetapi hanya 27,3% saja yang menyadari bahwa perilaku manusia berdampak terhadap kondisi hutan saat ini. 

Lalu, sebagai masyarakat awam yang tinggal jauh dari hutan, apa saja sih yang bisa kita lakukan untuk ikut menjaga hutan? Ada 5 Panggilan Aksi (Call to Action) yang bisa kita lakukan, yaitu:



1. Bercerita Tentang Hutan

2. Berwisata ke Hutan

3. Donasi Adopsi Hutan

4. Konsumsi Hasil Hutan Bukan Kayu

5. Merayakan Hari Hutan Indonesia

Produk Lokal Berbasis Alam dan Mitigasi Perubahan Iklim

Alam adalah supermarket, di mana banyak hal selain kayu bisa diambil dari alam dan kemudian bisa digunakan atau diambil manfaatnya. Barang-barang hasil alam ini bisa dikonsumsi, seperti buah-buahan, namun tak sedikit juga yang kemudian bisa dikembangkan menjadi benda pakai.

Banyak produk alam yang kemudian berkembang menjadi produk-produk lain, seperti bambu yang bisa menjadi benda-benda rumah tangga. Selain itu, ada pula produk-produk alam yang kemudian dimanfaatkan sebagai bahan pendukung untuk produksi benda baru, salah satunya di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan adalah penggunaan Gambo / Gambir untuk yang digunakan sebagai pewarna alami kain. 

Gambo/Gambir merupakan tanaman perdu yang hidup tumpang sari di antara perkebunan karet. Getah Gambir biasanya digunakan sebagai obat, sedangkan untuk sisa limbahnya dimanfaatkan sebagai pewarna kain, sehingga kemudian kainnya dikenal sebagai Kain Gambo. 

Hal ini dijelaskan oleh Aziza Nurul Amanah perwakilan dari Lingkar Temu Kabupaten Lestari dalam Online Gathering Eco Blogger Squad tanggal 28 Mei 2023 sesi kedua. Lingkar Temu Kabupaten Lestari merupakan Asosiasi Pemerintah Kabupaten untuk mewujudkan pembangunan yang menjaga lingkungan dan menyejahterakan masyarakat sesuai agenda nasional melalui gotong royong multipihak.

Dalam kesempatan tersebut, Aziza juga menjelaskan, jika sebelumnya produk masyarakat hanya berhenti pada Kain Gambo saja, maka dari pihak Lingkar Temu Kabupaten Lestari mencoba untuk membantu membuka jalan kreasi masyarakat dengan membuat produk-produk turunannya seperti scarf, hoodie, card holder, dompet, dan lain sebagainya yang tentunya memiliki nilai jual yang lebih tinggi. 

Anak Muda Bersama Bergerak Berdaya

Seperti halnya Komunitas Hutan Itu Indonesia yang berisi anak-anak muda yang peduli akan hutan, di Musi Banyuasin juga terdapat Komunitas Selaras (Sentra Ekonomi Lestari Serasan Sekate) yang merupakan wadah anak muda yang berperan aktif dan berkolaborasi untuk mewujudkan pembangunan lestari melalui visi ekonomi lestari. 


Hal ini tentunya membuktikan bahwa alam itu bisa menjadi sahabat yang baik apabila dilestarikan dan dipelihara. Tak hanya memberikan kenyamanan, tetapi juga bisa membantu penghidupan. 

Nah, sekarang saatnya, bagi kita, para pemuda untuk bersama bergerak berdaya, ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk ikut melestarikan alam dan hutan kita. Jangan sampai, anak dan cucu kita nanti hanya mengenal alam dan hutan lewat gambar dan foto saja. (*)

Referensi:

- Online Gathering Eco Blogger Squad, 28 Mei 2023.

- Artikel Katadata.co.id dengan judul ‘Hutan Indonesia Harapan Dunia’



Read More

Tanah, Hutan, dan Masyarakat Adat; Ketika Kearifan Lokal Sebagai Garda Terdepan Pelestarian Alam

Selasa, April 11, 2023

Perubahan Iklim saat ini menjadi isu yang penting, tidak hanya untuk terus dibahas, tapi juga bagaimana kita juga ikut berperan dalam penanggulangan perubahan iklim ini. Perlu diketahui juga, di saat masyarakat wilayah perkotaan menjadi penyumbang emisi dan gas karbon, ada pihak yang selalu ada di garda terdepan pelestarian alam namun tidak pernah mendapatkan perhatian, mereka adalah Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal. 

Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal merupakan penyumbang terbesar bagi pelestarian hutan dan keanekaragaman hayati, apalagi sudah jelas didokumentasikan, ada 80% keanekaragaman hayati yang dikelola dan dilindungi oleh MAKL. 

Masyarakat Adat

Penelitian World Resources Institute tahun 2016 menunjukkan bahwa di mana MAKL diberikan hak untuk mengelola lingkungannya, di situlah laju deforestasi lebih rendah dibandingkan kawasan serupa yang tidak dikelola oleh MAKL.

Dengan adanya urgensi mengenai perubahan iklim dan masyarakat adat dan komunitas lokal ini, Eco Blogger Squad dan AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) beberapa waktu lalu menyelenggarakan online gathering dengan tema ‘Peran Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal dalam Menjaga Bumi’ dengan pembicara Sekjen AMAN, Kak Rukka Sombolinggi. 

AMAN sendiri merupakan organisasi kemasyarakatan independen yang memiliki visi mewujudkan kehidupan yang adil dan sejahtera untuk masyarakat adat di Indonesia. AMAN bekerja di tingkat lokal, nasional dan internasional untuk mengadvokasi masyarakat adat.

Siapa Masyarakat Adat di Indonesia/Nusantara?

Dalam acara online gathering tersebut, Kak Rukka menjelaskan mengenai siapa itu masyarakat adat yang ada di Indonesia/Nusantara ini. Masyarakat Adat merupakan sekelompok manusia yang oleh ikatan geneologis dan/atau teritorial yang menyejarah, turun temurun lintas generasi, memiliki identitas budaya yang sama dan mempunyai ikatan batin yang kuat atas suatu ruang geografis tertentu sebagai wujud ‘rumah bersama’ yang dijaga serta dikelola secara turun temurun sebagai wilayah kehidupan leluhurnya. 

Eco Blogger Squad

Ikatan batiniah serta kesetiaan yang mengakar kuat antara Masyarakat Adat dengan wilayah adatnya ini akhirnya membentuk kosmologi, budaya, serta kehidupan spiritual mereka tak bisa dipisahkan dari alam semesta di sekitarnya. 

Kekuatan Masyarakat Adat sebagai penjaga bumi dan pelindung hutan ini sudah teruji dan terbukti ketika dunia menghadapi krisis global, dan salah satunya ketika pandemi covid 19 melanda. Sayangnya, Masyarakat Adat sendiri perlahan tersingkir dalam derap industrialisasi sejak 250 tahun lalu bersamaan dengan modernisasi yang menyertainya. 

Tanah dan Masyarakat Adat

Masyarakat Adat memandang tanah yang didiaminya sebagai identitas. Sebagai contoh masyarakat Toraja yang memiliki sejarah dan keberadaan tanah yang dimiliki secara turun temurun. Di Toraja ada disebutkan sikap ‘Talulolonan’, di mana tiga bersaudara (manusia, hewan dan alam) harus saling menjaga

Masyarakat Adat sendiri saat ini berbeda-beda, ada yang masih tinggal di pedalaman, namun ada juga yang tanahnya sudah berubah menjadi perkotaan, ada yang hidup di hutan, di laut, daerah danau, sabana. Jadi, hutan memang bukan satu-satunya tempat Masyarakat Hidup. 

Apalagi Masyarakat Adat di Indonesia memiliki sejarah yang berbeda-beda, misalnya Masyarakat Adat yang tinggal di dekat pesisir akan lebih cepat tergerus peradabannya karena memang wilayah pesisir atau pelabuhan menjadi pintu masuk colonialism.

Bersama berdirinya rezim Orde Baru, keberadaan Masyarakat Adat menjadi diseragamkan dengan adanya penyebutan ‘Desa’ dengan UU 5 Tahun 1979 hingga akhirnya membuat situasi Masyarakat Adat saat ini semakin tergusur dari wilayahnya sendiri.

Dalam buku ‘Kisah Masyarakat Adat Memperjuangkan Tanah Ulayat’ yang diterbitkan oleh TEMPO Publishing menyebutkan bahwa Para tetua adat di jantung Kalimantan tak bisa berkutik saat menghadapi dominasi pengusaha kayu, di mana mereka memiliki ‘senjata’ berupa hak pengusahaan hutan. 

Masyarakat Adat yang tadinya hidup dalam  wilayah dan ruang lingkup yang luas dan menganggap tanah di sekitar mereka adalah warisan nenek moyang, akhirnya hanya bisa menonton dan terpaku melihat wilayah adat ditebang dan dilenyapkan. 

Padahal, tanah bagi masyarakat adat bukanlah sekadar sumber ekonomi, namun juga mempunyai dimensi magis yang mencakup masa lalu, kini, dan mendatang, termasuk di dalamnya adalah aspek keseimbangan alam. 

Setelah Indonesia merdeka, jumlah tanah Masyarakat Adat berkurang sangat drastis. Contohnya saja di wilayah Sumatera Utara, luas tanah adat awalnya 325 ribu hektare. Kemudian tahun 1960-an merosot menjadi 125 ribu hektare dan di tahun 1970-an tersisa 50-60 ribu hektare saja, dan pastinya di tahun sekarang ini jumlah tanah adat semakin sempit.  

Keistimewaan dan Potensi Ekonomi Masyarakat Adat di Indonesia

Wilayah Adat memiliki potensi sumber daya yang luar biasa potensial, baik itu Sumber Daya Alam, kebudayaan, spiritual, ekonomi, dan politik. Beragam tradisi, bahasa, dan kebudayaan sangat indah, namun menurut Kak Rukka, yang terbaik adalah masyarakat adat masih menjaga alamnya.

Menjaga ekosistem terbaik itu indah untuk masyarakat adatnya dan lebih indah lagi untuk orang lain di luar masyarakat adatnya. “Udara yang kita hirup di Jakarta (kota besar) berasal dari tempat lain. Inilah yang sering dilupakan dan tidak pernah dihargai, betapa besar kontribusi masyarakat adat dan bahkan menyebut masyarakat adat sebagai masyarakat primitif,” tukas Kak Rukka. 

Sekjen AMAN

Masyarakat Adat Karampuang dan Konservasi Hutan 

Ada banyak Masyarakat Adat yang ada di Indonesia, salah satunya adalah Masyarakat Adat Karampuang yang berada di Sulawesi Selatan yang terletak di pantai timur bagian selatan Jazirah Sulawesi Selatan. 

Karampuang terletak di Dusun Karampuang, Desa Tompobulu, Kecamatan Bulupoddo, Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. 

Masyarakat Adat Karampuang adalah bagian sub etnis Bugis yang bermukim di Desa Tompobulu, Kecamatan Bulupoddo, Kabupaten Sinjai. Masyarakat Desa Tompobulu berasal dari dua kelompok sosial yang berbeda dari segi sosial budaya dan kepercayaan, yaitu komunitas adat Karampuang dan Masyarakat Bugis yang beragama Islam. 

Sejak dulu, Masyarakat Adat Karampuang ini mempunyai warisan kebudayaan leluhur yang kemudian menjadi pedoman perilaku dalam kehidupan bermasyarakat, salah satunya ialah kebudayaan untuk senantiasa menjaga dan melestarikan alam, khususnya hutan. 

Masyarakat Adat Karampuang secara rutin menyelenggarakan ritual membersihkan lingkungan dan sumber air, kamudian mengadakan penghijauan. Bagi mereka, moralitas masyarakat adat karampuang bukan hanya menyangkut perilaku terhadap sesama, namun juga menyangkut hubungan mereka terhadap hutan. 

Apabila sikap batin dan perilaku ada yang salah, kemudian merusak tatanan manusia dengan hutan, diyakini akan mendatangkan malapetaka bagi diri sendiri dan komunitas Masyarakat Adat Karampuang. 

Berikut ini adalah beberapa prinsip masyarakat adat Karampuang yang berkaitan dengan alam dan pengelolaan lingkungan hidup.


a. Mappakalebbi’ ale hanua (sikap hormat terhadap alam)

Sikap hormat di sini adalah Masyarakat Adat Karampuang tidak boleh menebang kayu di hutan untuk kepentingan ekonomi, apalagi melakukan  tindakan yang bisa merusak serta menghancurkan hutan dan isinya. 

b. Jujung matane’ (prinsip tanggung jawab)

Kerusakan dan kelestarian hutan beserta isinya merupakan tanggung jawab Masyarakat Adat Karampuang. Misalnya apabila terjadi kebakaran hutan, maka seluruh Masyarakat Adat Karampuang memiliki tanggung jawab untuk memadamkan api meskipun sumber airnya jauh.

c. Mappakatau ale’ (memanusiakan hutan)

Dengan sikap memanusiakan hutan ini adalah pengendali moral dalam masyarakat hutan agar tidak merusak dan mencemari hutan juga kehidupan di dalamnya. 

d. Makkamase ale’ (prinsip kasih sayang dan kepedulian)

Semua pihak selalu mengajak masyarakat untuk selalu menyayangi hutan, karena jika bukan mereka yang menjaga hutan maka hutan nantinya akan habis dengan sendirinya. 

e. De’namakkasolang (prinsip tidak merusak)

Prinsip tidak merusak mempunyai fungsi untuk memunculkan kesadaran bagi masyarakat adat Karampuang dengan mematuhi larangan-larangan terhadap hutan. 

f. Tuo kamase mase (prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam)

Masyarakat Adat Karampuang sangat menjauhi sikap rakus dan tamak yang hanya mengumpulkan harta dan mengeruk hasil hutan sebanyak-banyaknya. Masyarakat dilarang menggunakan hutan menjadi sawah untuk keperluan pribadi, mereka hanya diizinkan menggunakan lahan hutan untuk kepentingan bersama. 

g. Adele’ (prinsip keadilan)

Prinisp keadilan berbicara tentang akses yang sama untuk semua kelompok dan anggota masyarakat yang ikut menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya hutan serta pelestarian hutan. 

h. Assamaturuseng (prinsip demokrasi)

Prinsip demokrasi berbicara tentang kebijakan pemerintah terhadap proses pengelolaan hutan yang dilakukan Masyarakat Adat Karampuang. 

Masyarakat Adat Karampuang juga memiliki kriteria dan jenis pohon yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat adat Karampuang:

a. Umur Kayu

Umur kayu yang boleh ditebang harus lebih dari 15 tahun dan berdiameter minimal 40 cm. Dan dalam masyarakat Adat Karampuang, untuk Kayu Bitti, Kayu Ufang, dan Kayu Cendana hanya boleh digunakan untuk memeperbaiki rumah adat karena merupakan kayu yang kuat.

b. Izin Mengambil Hasil Hutan

Apabila masyarakat ingin mengambil hasil hutan, harus minta izin pada pemangku adat yaitu Gella. Apabila masyarakt mengambil hasil hutan tanpa izin, maka akan dikenakan sanksi. 

c. Menanam Pohon Kembali

Sebelum menebang pohon, masyarakat adat Karampuang harus menanam pohon 10 buah sebagai ganti. Pohon yang ditanam tidak harus sama dengan pohon yang ditebang, tetapi harus masuk kategori pohon besar dan keras yang nantinya bisa digunakan untuk pembuatan rumah adat.

Melihat dari kebiasaan Masyarakat Adat Karampuang ini tentunya bisa ditarik kesimpulan bahwa betapa pentingnya tanah dan wilayah bagi masyarakat adat dan juga bisa dilihat bahwa masyarakat adat merupakan garda terdepan dalam pencegahan pemanasan global dan perubahan iklim. 

Oleh sebab itu, kita harus terus mendukung Masyarakat Adat dan tidak mengucilkan mereka, atau bahkan menyebut mereka kuno dan primitif, karena pada dasarnya mereka adalah manusia yang memilih setia prinsip hidup bersama keseimbangan alam, hingga akhirnya membuat kita yang ada di kota besar masih menghirup udara segar yang berasal dari tanah-tanah adat  dan hutan-hutan adat yang mereka jaga. (*)


Referensi:

- Online Gathering Eco Blogger Squad 06 April 2023

- Buku "Kisah Masyarakat Adat Memperjuangkan Tanah Ulayat", Pusat Data dan Analisis TEMPO, 2022

- Buku "Kearifan Lokal dalam Konservasi Hutan Masyarakat Adat Karampuang, Dr. Erman Syarif, S.Pd, M.Pd, Media Nusa Creative, 2019


 


Read More

Jihad Literasi; Kisah Seorang Kuli Bangunan yang Mendirikan Taman Baca, Meluaskan Manfaat untuk Umat

Rabu, April 05, 2023

Derap langkah kaki terdengar riuh beradu dengan lantai kayu, disusul celoteh riang anak-anak mengubah suasana yang tadinya lengang menjadi ramai dan ceria. Anak-anak yang baru saja datang, kemudian duduk di lantai, di belakang meja-meja kecil yang sudah tertata sebelumnya. 

Begitulah suasana yang setiap harinya terlihat di rumah Agus Pujianto, seorang kuli bangunan yang berdomisili di Desa Donorejo, Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Demak. 

Pemandangan ini memang lazim terlihat di rumah Agus dan istrinya, Munawaroh, karena sejak bulan November tahun 2020, pasangan suami istri ini memulai kegiatan Taman Bacaan dan Bimbel Gratis di rumah mereka. 


Ketika Mimpi Menjadi Nyata

Tak pernah terbayangkan di benak Agus dan Munawaroh, jika impian mereka untuk mendirikan taman bacaan dan bimbel gratis bisa benar-benar terwujud. Berawal dari cuitan Agus Pujianto di akun twitternya @Klungsu01 yang bercerita tentang impian mereka, hingga kemudian cuitan itu viral dan mendapat ribuan tanda suka. 

Tangkapan Layar Akun Twitter @Klungsu01

Banyak orang yang kemudian mengirim buku-buku, alat tulis, juga uang tunai yang kemudian digunakan Agus dan Istri untuk mewujudkan Taman Bacaan dan Bimbel Gratis yang mereka beri nama ‘Anak Cerdas Donorejo’. Perlahan tapi pasti, Taman Bacaan dan Bimbel Gratis ACD semakin berkembang, bahkan kini ada puluhan anak yang mengikuti Bimbingan Belajar Gratis di rumah Agus. 

“Untuk saat ini ada sekitar 70 anak yang ikut kegiatan Bimbel Gratis yang terbagi ke dalam 6 kelas dengan 6 relawan guru pembimbing, salah satunya istri saya,” tutur Agus. Ia juga menjelaskan jika kegiatan Bimbel Gratis ini diadakan setiap Jum’at sore, pukul 15:30 – 17:30 WIB dan Minggu pagi, pukul 08:00 – 10:00 WIB.


Pembagian kelas ini memang harus dilakukan karena banyaknya anak yang ikut belajar. Selain itu, karena kondisi rumah Agus yang tidak memungkinkan untuk menampung setiap kelas, maka kegiatan belajar juga ditempatkan di teras rumah mertua dan teras rumah kakak iparnya. 

Setelah Bimbel Gratis berjalan dengan baik, kini Agus dan Istri juga membuka kegiatan Kelompok Belajar PAUD usia 3-5 tahun yang diikuti 34 anak yang terbagi 2 kelas. Kegiatan tersebut dilaksanakan 2x  dalam seminggu yaitu hari Selasa dan Rabu, pukul 08:00-09:00 WIB. 

Meluaskan Manfaat di Tengah Keterbatasan 

Hingga saat ini, Agus dan istrinya menjalankan taman bacaan dan bimbel gratis di tengah keterbatasan, terutama dalam hal dana, karena semua kegiatan operasional taman bacaan dan bimbel gratis, termasuk menyiapkan buku tulis dan peralatan tulis masih mengandalkan bantuan dari donatur. 

“Kendala yang saat ini kami hadapi adalah belum mendapatkan donatur tetap, sedangkan pekerjaan saya hanya kuli bangunan, jadi pendapatan saya saat ini hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga saya saja,” ucap Agus.

Meskipun banyak kendala, pria kelahiran Sragen, Jawa Tengah empat puluh tahun lalu ini mengungkapkan jika salah satu hal yang ia syukuri adalah apa yang ia lakukan ini mendapat dukungan semangat dari banyak pihak, termasuk keluarga dan tetangga. 

“Keluarga besar kami sangat mendukung kegiatan ini dan anak-anak saya sangat senang karena bisa belajar bersama teman-temannya. Pihak Desa Donorejo juga sangat baik dan mensupport kegiatan belajar gratis ini.”

Menurut Agus, ada banyak hal yang harus mereka  benahi, tapi mereka optimis masih banyak orang baik yang akan peduli pada pendidikan anak bangsa.

“Kami hanya berusaha semampu kami untuk ikut berkontribusi menambah pengetahuan anak-anak dan semoga anak-anak semakin giat belajar untuk masa depan yang lebih baik,” ucapnya penuh harap.

Melihat pasangan Agus Pujianto dan istrinya, Munawaroh, yang hanya tamatan SMP namun begitu gigih untuk jihad literasi, membuat rasa malu sekaligus iri langsung menerpa diri saya. Betapa selama ini ternyata masih banyak orang-orang yang begitu gigih memberikan kemanfaatan, meskipun di tengah keterbatasan. Lalu, bagaimana dengan kita? Bagaimana kita bisa ikut meluaskan manfaat seperti halnya pasangan suami istri dari Demak tersebut?

Meluaskan Manfaat Bersama LMI

Saat ini ada banyak cara untuk meluaskan manfaat, khususnya dari apa yang kita miliki, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad).

Ketika kita memiliki tenaga, kita bisa memberikan manfaat dengan tenaga kita, begitu juga ketika kita memiliki harta, kita bisa memberikan manfaat lewat harta yang kita punya. 

Lalu kemana kita harus menyalurkan dana yang kita miliki? Sedangkan saat ini banyak lembaga abal-abal yang menghimpun dana tanpa izin dan ternyata uang tersebut tidak tersalurkan kepada yang berhak. 

Jangan khawatir ya, Sobat. Mau menyalurkan zakat, infaq, shadaqah dan wakaf secara aman dan bisa tersalurkan dengan tepat kepada mereka yang berhak? Lembaga Manajemen Infaq (LMI) jawabannya. 

Mengenal LMI Lebih Dekat

Lembaga Manajemen Infaq (LMI) merupakan lembaga filantropi profesional yang bertujuan mengangkat harkat dan martabat masyarakat yang kurang mampu melalui penghimppunan dana sosial berupa zakat, infaq, shadaqah, dan wakaf. 

LMI berdiri pda tahun 1995 dan berpusat di Kota Surabaya, dan seiring bergulirnya waktu, saat ini LMI sudah mempunyai 8 perwakilan yang tersebar di seluruh Indonesia. LMI merupakan lembaga penghimpunan dana yang legal dan sudah terdaftar di Kemenkumham (SK Menkumham: AHU-1279.AH.01.04 Thn.2009), Kementerian Agama (SK Mneteri Agama RI: No.672 Thn 2021) dan BWI (SK BWI: 3.300231 Thn.2019).

Program-program LMI

LMI memiliki banyak sekali program dari dana sosial yang sudah terhimpun, sehingga manfaat yang diberikan pun bisa dirasakan pada mustahiq yang lebih luas lagi. Inilah konsep meluaskan manfaat yang dipegang teguh oleh LMI. Selain menyalurkan infak, zakat, fidyah dan wakaf, berikut ini adalah beberapa program yang dimiliki LMI dalam penyaluran dana sosial dalam konteks yang lebih luas.

1. Program Tani Nusantara 

Sumber: IG @lmizakat

Program Tani Nusantara merupakan salah satu program pemberdayaan LMI, yang mana LMI menyalurkan dana bantuan pertanian dengan harapan dapat mengentaskan petani dari jeratan para rentenir dan kesulitan modal usaha ketika akan mulai bertani. Saat ini sudah banyak petani yang terbantu dengan adanya program ini sehingga sedikit demi sedikit bisa melunasi utangnya. 

2. Beasiswa LMI

Sumber: IG @lmizakat

LMI juga menyalurkan beasiswa pendidikan untuk anak-anak yang ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Salah satu yang sudah berhasil menerima manfaat beasiswa LMI ini adalah Nurliana, yang berhasil lulus FKG sebagai Dokter Gigi. 

3. Program Sedekah Qur’an

Program Sedekah Qur’an merupakan program pemberdayaan bidang dakwah yang dilaksanakan untuk menyalurkan Al Qur’an kepada santri/santriwati di pelosok negeri. Adanya program ini diharapkan bisa menjadi jembatan kebaikan yang tetap kokoh sepanjang masa. 

4. Green Indonesia Project

Green Indonesia Project adalah program LMI dalam rangka merawat dan menjaga alam Indonesia, serta mendukung pembangunan berkelanjutan. Salah satu gerakan yang sudah dilaksanakan adalah dengan penanaman 10.000 pohon di lereng meratus, juga pada periode Januari-Juli 2022, program ini sudah berhasil menanam 37.500 pohon yang mana setara dengan mengurangi CO2 sebesar 661 ton per tahun. 

5. Pembangunan Huntara (Hunian Sementara)

Huntara atau Hunian Sementara ini dibangun oleh LMI untuk para penyintas bencana alam, salah satu program Huntara yang sudah terealisasi adalah pembangunan Huntara untuk penyintas Gempa Cianjur. 

6. Magang Kampus Zakat 

Sumber: IG @lmizakat

Lewat program kampus zakat yang berafiliasi dengan kampus merdeka, LMI menerima mahasiswa magang yang ingin belajar lebih dalam mengenai Zakat dan dana sosial lainnya. 

7. Qurban Holic

LMI menerima kurban dan meluaskan manfaatnya lewat penyaluran daging kurban ke tempat-tempat yang jauh. Salah satunya penyaluran daging qurban ke saudara muslim di Kampung Wamega, Raja Ampat, Papua. Akses transportasi yang sulit hingga tingkat ekonomi warga yang rendah menjadi penyebab tidak adanya qurban di daerah tersebut, dari itulah LMI hadir untuk membahagiakan para saudara kita di sana agar bisa menikmati daging qurban idul adha. LMI mengemas daging qurban ke dalam bentuk kaleng, sehingga lebih tahan lama sehingga bisa dikirim ke daerah terpencil. 

8. Kado Lebaran

Ada banyak saudara muslim kita yang hanya bisa merayakan Idul Fitri di tengah keterbatasan, oleh sebab itu LMI menyalurkan kado lebaran kepada mereka yang berhak agar mereka tetap bisa tersenyum bahagia saat hari raya tiba.  

Itulah sebagian program yang dilaksanakan oleh LMI, dan masih banyak lagi program-program bermanfaat LMI lainnya yang disalurkan ke dalam beberapa bidang, yaitu:

- Ekonomi

- Dakwah

- Kemanusiaan

- Pendidikan

- Kesehatan

- Qurban

- Ramadan

Bagaimana Cara Zakat, Infak, Wakaf dan Qurban Lewat LMI?

Ingin melakukan zakat, infak, wakaf dan qurban lewat LMI? Caranya mudah sekali, Sobat. Ada beberapa kanal yang memang terbagi khusus untuk melakukan zakat, infak, wakaf, dan qurban lewat LMI. 

1. Wakaf 

Website wakafo.org

Untuk wakaf, Sobat bisa akses website www.wakafo.org, yang merupakan platform pembayaran WAKAF LMI. Caranya sangat mudah dan insyaaAllah terpercaya. Di Wakafo ini, Sobat bisa melaksanakan wakaf uang dengan metode pembayaran secara online atau menggunakan QR Code. Di website ini juga bisa dilihat dengan jelas berapa total muwakif dan berapa total wakaf uang yang sudah diterima, dan semuanya ditampilkan dengan jelas dan transparan. 

2. Infak

Website Infak.in

Sobat ingin berinfak lewat LMI? Sobat bisa mengakses website infak.in yang merupakan platform penyaluran INFAK melalui LMI. Di sini sobat bisa bersedekah dengan mudah dan transparan

3. Qurban

Apabila Sobat ingin berkurban lewat LMI, Sobat juga bisa mengakses website qurbanholic.lmizakat.id. Sobat bisa menggunakan sistem menabung rutin, atau bisa juga dengan ikut membeli hewan kurban lewat LMI. Ketika hari-hari tertentu jelang Idul Adha, LMI juga biasanya mengadakan Flash Sale lho untuk penjualan hewan qurban dengan harga terjangkau. 

4. Zakat

LMI- Kemudahan Berzakat

Selain lewat website, Sobat juga bisa lho membayar zakat, infak dan bersedekah lewat akun official LMI di e-commerce kesayangan Sobat, yaitu 

Shopee: shopee.co.id/lmi.official

Tokopedia: tokopedia.com/lmizakat



Laporan Penyaluran LMI

LMI selalu transparan dalam hal laporan penyaluran dana sosial yang masuk, setiap ada kegiatan, program penyaluran dan lain sebagainya juga selalu terbuka dan diunggah, baik itu di website resmi LMI, lmizakat.id maupun media sosial LMI: IG @lmizakat dan Facebook: lmizakat.org 

Sumber: IG @lmizakat

Langkah LMI untuk selalu berusaha meluaskan manfaat ini juga mendapat apresiasi lewat penghargaan-penghargaan yang diterima, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut: 

- Lembaga dengan Fundraising Penggalangan Dana Langsung Terbaik 2022 dalam Indonesia Fundraising Award 2022. 

- LAZ Nasional dengan Pertumbuhan Muzakki Terbanyak dalam Baznas Award 2023.



Dan tentunya penghargaan terbesar bagi LMI adalah bisa melihat senyum orang-orang yang bisa merasakan manfaat lewat bantuan dan dana sosial yang disalurkan oleh LMI kepada masyarakat luas. Senyum para dhuafa, korban bencana, anak-anak penghafal al quran, anak-anak yatim, dan orang-orang yang terbantu dari donasi yang dihimpun LMI adalah kekuatan bagi LMI agar bisa terus meluaskan manfaat. (*)

Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog “Meluaskan Manfaat” yang diselenggarakan oleh Lembaga Manajemen Infaq dan Forum Lingkar Pena 



Referensi:
- Website lmizakat.id
- Website Wakafo.org
- Website Infak.in
- Instagram @lmizakat

Read More

Semangat Bangkit dan Berkembang Bersama JNE

Selasa, Maret 07, 2023

Pandemi covid memang seperti mimpi buruk, ia tiba-tiba datang dan menghantam segala lini layaknya gelombang tsunami. Banyak orang terdampak, karyawan, anak sekolah, ibu rumah tangga, termasuk juga para pengusaha, khususnya yang memiliki usaha kecil dan menengah limbung karena adanya pandemi ini. 

Saat pandemi, orang-orang banyak yang memilih untuk berhemat, karena memang banyak pekerja yang diPHK atau pendapatannya menurun drastis dibandingkan hari-hari biasanya, hal ini tentunya berimbas bagi para pemilik usaha yang omzetnya ikut menurun karena tak adanya pembeli. 

Ketika Pandemi Datang

Bagi UMKM yang memiliki modal minim, pandemi menjadi tantangan berat yang harus dihadapi, apalagi jika usaha tersebut adalah satu-satunya pintu rezeki yang dimiliki. Sutanto Ari Wibowo, pengusaha toko buku online menuturkan jika saat pandemi omzetnya menurun drastis. 

“Omzet saya turun 80%,” papar lelaki berdomisili Bayat Klaten ini.

“Meskipun pandemi sudah selesai, saat ini usaha saya juga masih dalam masa pemulihan. Apalagi saya juga menyadari bahwa produk yang saya jual bukanlah kebutuhan primer. Jadi mungkin setelah mereka (calon pembeli) tercukupi kebutuhan primernya, baru bisa membeli kebutuhan lain seperti buku-buku yang saya jual,” tambah pemilik toko buku Taman Baca Rindang. 

Tetralogi Buru
Tetralogi Buru Pramoedya Ananta Toer Original
yang Dijual Taman Baca Rindang

Senada dengan Ari, Lulu Fajriyatus Saadah, seorang pengusaha hand craft asal Semarang juga menuturkan hal yang sama. Perempuan yang sehari-hari membuka jasa lukis dan desain custom untuk kado ulang tahun, pernikahan dan wisuda berbagai macam acara juga mengalami penurunan omzet. 

Talenan Lukis by HongLulu Art

“Saat pandemi banyak acara-acara yang dilarang. Resepsi pernikahan dilarang, wisuda juga online, tidak boleh ada acara yang membuat kerumunan. Jadi ya pesanan menurun banget,” papar pemilik usaha HongLuluArt ini. 

Bertahan di Tengah Badai

Sebagai pelaku usaha kreatif, Lulu harus putar otak di tengah hantaman badai pandemi. Ia berusaha mencari ide usaha apa yang sekiranya akan laku saat pandemi. 

“Jika biasanya saya melukis kado atau hadiah untuk acara ulang tahun, wisuda, atau wedding. Saat pandemi saya berinovasi menjual masker lukis custom. Alhamdulillah banyak peminatnya, apalagi masker yang saya jual adalah masker kain yang bisa dicuci ulang dan desainnya juga custom jadi tidak pasaran,” jelas pengusaha muda yang tinggal di Kp. Utri Semarang ini. 

Masker Lukis

Selama pandemi, akhirnya masker-masker lukis inilah yang menyeimbangkan biduk usaha HongLulu Art. Beragam desain sudah ia lukiskan di masker dengan berbagai warna, dari masker untuk dewasa hingga masker untuk anak-anak.

“Produk-produk yang saya buat ini mayoritas dijual secara online dan untuk pilihan produk dan desainnya ada di Instagram @honglulu.art. Dan biasanya pembeli akan langsung menghubungi lewat whatsapp untuk pemesanan,” tutur Lulu yang memang sudah hobi menggambar sejak ia kecil.

Terlihat dari inovasi yang dilakukan Lulu saat masa pandemi, ia memang tidak ingin berpangku tangan dengan produk dan desain yang sudah ada. 

“Jika di awal usaha saya hanya mengandalkan corel draw dan komputer lawas untuk desain, saya pun mulai menabung untuk membeli ipad agar bisa menggunakan aplikasi procreate yang ada di ios. Alhamdulillah saat pandemi, meski terseok-seok menjalankan bisnis. Ipad itu akhirnya terbeli,” jelas Lulu sambil tersenyum. 

“Dan Ipad itu sekarang ini memang benar-benar bisa menjadi andalan saya ketika bekerja untuk mendesain barang-barang custom,” tutur Lulu.

Untuk mendukung usahanya agar semakin berkembang, Lulu juga sering ikut pameran-pameran usaha bersama komunitas-komunitas yang ada di Semarang yang sering diselenggarakan oleh Pemda maupun Swasta. 

Meski begitu, pesanan lewat online tetap menjadi mayoritas. Bahkan kini usahanya juga sudah merambah ke mancanegara. “Pengiriman produk sudah sampai ke Singapura dan Norwegia,” tuturnya semringah.

Bangkit Bersama JNE

Usaha online yang dimiliki oleh Ari dan Lulu ini tentunya tak lepas dari dukungan ekspedisi pengiriman JNE, sehingga produk-produk yang mereka jual bisa sampai ke tangan customer dan bisa #ConnectingHappines.

Sebagaimana bisnis yang dibangun Ari dan Lulu dari nol, JNE juga turut tumbuh dan berkembang selama tiga dekade terakhir hingga kini telah berusia 32 tahun dan menjadi sebuah perusahaan yang matang.

Pilihan Ari dan Lulu untuk menggunakan JNE sebagai ekspedisi pengiriman yang membantu bisnis mereka tentunya tak lepas dari reputasi JNE yang sudah berdiri selama puluhan tahun, berawal dari usaha kecil hingga kemudian menjadi perusahaan dengan 50 ribu karyawan. 

Tak bisa dipungkiri, #JNEBangkitBersama puluhan ribu UMKM di seluruh Indonesia selama kurun waktu #JNE32tahun, sehingga tak heran jika JNE terus dipercaya UMKM untuk mengantarkan paket-paket mereka hingga ke tangan pelanggan tersayang. 

Saat ini JNE menyediakan berbagai layanan yang bisa menjadi pilihan para pelanggan, yaitu:

JNE Express: 

- JNE REG (Reguler)

- JNE OKE (Ongkos Kirim Ekonomis)

- JNE YES (Yakin Esok Sampai)

- JNE Loyalty Card (JLC)

- JNE BOX

- JNE Pick Up Point (JNE PIPO)

- COD Retail

- PESONA (Pesanan Oleh-Oleh Nusantara)

- Super Spesial (SS)

- Money Remittance

- Diplomat Service

- JNE Online Booking (JOB)

- JNE Online Payment (JOP)

- JNE Trucking (JTR)

- Pop Box

- International Service

- MyJNE

JNE Logistic

- Angkutan Laut

- Angkutan Darat

- Pergudangan

JNE Freight

- Jasa Kepabeanan

- Jaringan JNE Freight

- Air Freight

- Ocean Freight

Banyak sekali layanan yang dimiliki oleh JNE membuktikan bahwa JNE selalu ada untuk memberikan kepuasan bagi pelanggan, ditambah lagi, saat ini ada lebih dari 6.000 titik layanan JNE yang siap memberikan layanan terbaiknya. 

Dan pada ulang tahunnya yang ke-32, JNE juga melaksanakan #JNEContentCompetition2023 yang juga bisa kamu ikuti dengan total hadiah puluhan juta rupiah, buruan ikut dan menangkan hadiahnya. Mari bangkit bersama JNE. (*)


Read More

Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental Bagi Ibu Rumah Tangga

Senin, Februari 27, 2023

“Kerja di mana?”

“Saya nggak kerja, saya cuma mengurus rumah saja.”

Familiar dengan pertanyaan dan jawaban di atas? Mayoritas ibu rumah tangga di Indonesia akan menjawab seperti itu jika diberi pertanyaan tentang pekerjaan. Mindset pekerjaan di Indonesia memang masih berkutat pada berangkat pagi pulang sore, sedangkan ibu-ibu yang mengurus rumah dengan beragam aktivitasnya di rumah itu dianggap sebagai hal yang biasa saja dan bukan sebuah pekerjaan. 

Padahal, apabila dijabarkan secara rinci, ibu itu memiliki pekerjaan yang sangat berat di mana tidak memiliki jam kerja yang pasti dan tidak memiliki hari libur. Hal ini tentunya berbeda dengan karyawan atau pekerja kantoran yang memiliki batasan waktu kerja setiap harinya, juga hari libur setiap minggunya. 


Sedangkan ibu? Alih-alih memikirkan istirahat atau hari libur, bahkan ketika sedang mencuci piring, ibu bisa jadi melakukannya sambil memikirkan tentang menu makan siang apa yang harus dimasak, atau ketika menyetrika baju, ibu juga sambil berhitung uang belanja agar semuanya bisa cukup hingga akhir bulan. 

Apalagi bagi ibu rumah tangga yang memiliki anak balita dan tidak dibantu ART atau baby sitter, akhirnya semua dikerjakan serba buru-buru, makan, mandi, tidur pun juga tak nyenyak karena anak-anak biasanya terbangun tengah malam untuk minta ASI. 

Ibu Rumah Tangga Rentan Mengalami Depresi

Berdasarkan laporan Newser yang dilansir merdeka.com, 28% ibu yang tinggal di rumah didiagnosa menderita depresi, sekitar 50% sering merasa stres, dan 19% merasakan kemarahan terhadap masa lalunya. Ada banyak penyebab kenapa seorang ibu rumah tangga sangat rentan mengalami depresi:

1. Melakukan Pekerjaan Fisik Secara Terus Menerus

Mayoritas pekerjaan yang biasa dilakukan ibu rumah tangga adalah pekerjaan fisik, dari mencuci baju, mencuci piring, menyapu, mengepel, menggendong anak, memasak, pergi belanja. Pekerjaan tersebut sambung menyambung dari pagi hingga malam hari seakan tidak ada habisnya. 

Aktifitas fisik yang dilakukan oleh ibu rumah tangga tentunya akan membuatnya kelelahan dan bisa menyebabkan stres pada ibu rumah tangga. Apalagi seorang ibu tidak memiliki hari libur. 

Ada sebuah film pendek, berjudul ‘Kisah di Hari Minggu’. Film ini berkisah tentang seorang ibu yang emosinya meledak di suatu pagi, di mana suaminya masih tidur nyenyak sedangkan ia sibuk mengurus rumah dan anak-anaknya yang akan berangkat ke sekolah. 

Ia meminta suaminya untuk mengantar anaknya ke sekolah, tapi suami meneruskan tidurnya, hingga kemudian ibulah yang mengantar anak ke sekolah dengan berjalan kaki. Tak lama, ibu anak tersebut kembali ke rumah karena sadar jika hari itu adalah hari minggu. 

Meski disampaikan secara jenaka, namun film pendek ini sarat akan pesan, dalam film tersebut tersirat jika ibu yang tak pernah memiliki hari libur dan tak pernah merasakan apa arti hari minggu.

2. Minim Interaksi dengan Orang Lain

Ibu yang bekerja di rumah lebih rawan mengalami stres jika dibandingkan dengan ibu yang bekerja di luar. Salah satunya karena minimnya interaksi dengan orang luar. Ibu yang bekerja di rumah, lebih banyak berinteraksi dengan anak dari pagi hingga malam, belum lagi wilayah kerjanya juga sempit dan hanya sekitaran rumah saja. Kalaupun berinteraksi dengan tetangga juga tidak bisa terlalu lama, karena banyak pekerjaan rumah yang menanti.

3. Memiliki Sedikit Waktu untuk Dirinya 

Memiliki pekerjaan yang terus menerus dilakukan membuat waktu ibu untuk dirinya sendiri sangat minim, atau bahkan tidak ada. Semua waktunya ia dedikasikan untuk suami dan anak, bahkan untuk merasakan waktu mandi yang cukup dan rileks pun tak bisa.  Minimnya waktu luang untuk sekadar me time akan membuat seseorang rentang mengalami stres dan depresi. 

Apalagi di Indonesia ada kalimat yang lazim didengungkan bahwa ‘Ibu tak boleh sakit’, ketika ibu demam, kepala ibu pusing, hidung pilek, ibu harus tetap mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan menyugesti dirinya bahwa dia baik-baik saja. 

4. Melakukan Aktivitas Mental dan Pikiran Terus Menerus

Apakah ibu rumah tangga hanya melakukan aktivitas fisik saja? Ternyata tidak. Ibu rumah tangga setiap harinya harus memutar otak untuk mengelola keuangan rumah tangga, memikirkan menu masakan, apalagi jika anak juga GTM dan tidak mau makan, belum lagi harus menemani anak mengerjakan pekerjaan rumah. 

Apalagi jika ditambah dengan adanya masalah finansial dalam keluarga, tentunya kondisi ini bisa membuat emosi ibu semakin tidak stabil. 

5. Tidak Adanya Apresiasi

Banyak ibu rumah tangga yang jarang mendapatkan apresiasi terhadap apa yang ia lakukan setiap harinya, bahkan untuk sekadar ucapan terima kasih. Seorang ibu dituntut ikhlas lahir batin dalam melakukan pekerjaan rumah tangganya, sehingga ia pun dituntut pula untuk tidak mengharapkan balas jasa dari orang-orang terdekatnya. 

Tidak adanya apresiasi ini membuat ibu semakin minder dan insecure dengan pekerjaan yang dilakukan dalam rumah tangga, ibu rumah tangga merasa dirinya tidak ada apa-apanya karena hanya berkutat di rumah dibandingkan ibu yang bekerja di luar rumah. 

6. Tanggung Jawab Berlebih

Anak sakit, anak kurang pintar, anak tidak mau makan, anak susah diatur, semua hal-hal buruk yang terjadi pada anak dibebankan pada seorang ibu. Pada kondisi ini, ibu akan mengalami penghakiman ganda, penghakiman dari lingkungan serta penghakiman dari dirinya sendiri. 

Rasa bersalah dan penyesalan sudah cukup membuat seorang ibu terluka dan menangis, dan ini masih ditambah lagi dengan penghakiman dari lingkungan yang membuat seorang ibu semakin terpuruk. 

Ciri-ciri Ibu Rumah Tangga yang Mengalami Depresi

Ada beberapa ciri-ciri ibu rumah tangga yang mengalami depresi, yaitu:

- Tidak bisa mengontrol emosi

- Pola tidur terganggu

- Kecanduan Media Sosial

- Sakit Punggung Bawah

- Kehilangan ketertarikan pada lingkungan dan pasangan

Apabila seorang ibu mengalami ciri-ciri di atas, ada baiknya untuk berkomunikasi dengan suami perihal apa yang dialami dan dirasakan, karena apabila tidak segera ditangani, khawatir akan berdampak semakin buruk bagi kesehatan fisik dan mental ibu. 

Menjaga Kesehatan Mental Ibu Rumah Tangga

Beberapa waktu lalu, tepatnya di pertengahan bulan Januari 2023, saya membaca sebuah postingan facebook dari seorang ibu. Tulisan itu diposting November 2022 dan dishare ribuan orang hingga membuat saya penasaran.  Di postingannya yang cukup panjang, ibu itu (sebut saja ibu A) bercerita jika ia adalah seorang ibu rumah tangga dengan 3 orang anak laki-laki yang jaraknya berdekatan. Ia juga memiliki usaha sampingan jualan online dan tak punya ART.

Ibu A mengungkapkan jika setiap harinya jadwalnya tak menentu, pekerjaan rumah 24 jam nonstop tanpa henti, dan ia harus menghadapi 3 anak yang memiliki karakter yang berbeda-beda pula. Ia bercerita jika ia tak pernah me time, kalaupun ada waktu keluar rumah, ia pun harus tetap membawa serta anaknya.

Situasi yang suntuk, lelah, dan penuh emosi diabaikannya karena ia ingin membahagiakan orang-orang di sekitarnya, ia pun lupa makan dan lupa membahagiakan dirinya sendiri, hingga ia mengalami hipertensi yang akhirnya terjadi komplikasi di jantung dan ginjalnya. Selama berbulan-bulan ia harus mengonsumsi obat dan menjadi pejuang jarum suntik, bahkan saat pertama kali di bawa ke rumah sakit, ia langsung dilarikan ke ruang HCU. 

Di akhir tulisannya, ibu A menyampaikan pesan jika seorang ibu juga memiliki hak atas tubuhnya sendiri, seorang ibu juga boleh membahagiakan orang yang disayang tapi jangan pernah lupa untuk membahagiakan diri sendiri. 

Hingga kemudian saat saya scroll komentar, jantung saya mencelos seketika, karena barulah saya tahu jika ibu A sudah berpulang ke Rahmatullah di bulan Januari 2023, 2 bulan setelah ia membagikan kisahnya. Allahummaghfirlaha warhamha waafiha wa’fuanha. 

Air mata saya menggenang membaca kisahnya, apalagi ketika membaca banyak komentar dari banyak ibu rumah tangga yang mengalami hal serupa, di mana mereka mengalami kelelahan dan kurang waktu untuk membahagiakan dirinya sendiri. 

Bagaimanapun, banyak ibu rumah tangga di dunia ini yang terlihat baik-baik saja, namun sejatinya ada rasa kosong yang menghinggapinya. Bukan berarti seorang ibu rumah tangga tidak bahagia dengan keluarga dan kehadiran anak-anaknya, namun ibu juga manusia biasa yang membutuhkan jeda untuk dirinya.

Untuk menjaga kesehatan mental, para ibu rumah tangga perlu jujur pada diri sendiri tentang kondisi tubuh dan mentalnya.  Maka beberapa hal ini perlu untuk dilakukan. 

1. Me Time

Me Time untuk ibu rumah tangga perlu dilakukan meski hanya sebentar, entah itu menekuni hobi, pergi ke salon, atau sekadar menikmati mie rebus dengan kuah pedas  ketika anak-anak sedang tidur. Ibu perlu rehat sejenak, perlu mengambil jeda agar semua baik-baik saja. 

2. It’s Okay Not To Be Okay


Ibu rumah tangga perlu memahami bahwa tak semuanya harus berjalan sempurna, tidak apa-apa jika harus istirahat sejenak. Tidak apa-apa jika rumah berantakan, tidak apa-apa jika memang cucian bertumpuk dan membawanya ke laundry, tidak apa-apa jika tak sempat masak dan harus membeli makanan ke warung. Tidak apa-apa jika ingin menangis, tidak apa-apa jika harus jujur bahwa tubuh dalam kondisi lelah, sungguh, tidak apa-apa jika memang merasa sedang tidak baik-baik saja. Tidak apa-apa jika memang seorang ibu butuh bantuan dan itu bukan dosa.

3. Konsultasi ke Psikolog Profesional

Apabila ibu merasa stres berkepanjangan dan tidak bisa menanganinya sendiri, segera pergi ke psikolog, apalagi saat ini psikolog bisa ditanggung oleh BPJS. Konsultasi dengan profesional adalah salah satu ikhtiar untuk membuat ibu menjaga kesehatan mentalnya.  

Tak banyak ibu yang bisa mendapatkan support system dari lingkungan terdekatnya, apalagi jika lingkungan sekitarnya masih tak acuh perihal kesehatan mental ibu rumah tangga dan hanya mengatakan jika seorang ibu itu harus sabar dan ikhlas namun tak peduli dengan rasa stres dan depresi yang dialami ibu. 

Maka tidak ada salahnya untuk mencari support system dari komunitas yang paham tentang isu kesehatan mental. Salah satunya yaitu Komunitas Support System dari Dear Senja. Di website Dear Senja dijelaskan bahwa mereka akan mendengarkan apa yang kita rasakan dan juga menyediakan tim profesional untuk berkonsultasi dan memberikan saran. Dan pastinya Dear Senja juga akan menjaga privasi kita. 

Peran Suami untuk Kesehatan Mental Ibu Rumah Tangga 

Kesehatan mental seorang ibu rumah tangga tidak hanya dijaga seorang diri, namun juga oleh pasangan, dalam hal ini oleh suami. Suami adalah sosok terdekat bagi seorang istri, karena itu suami perlu memberikan dukungan terbaiknya. 

1. Membagi Pekerjaan Rumah Tangga

Saya dan suami lebih suka menyebut interaksi suami dan istri di rumah tangga adalah membagi pekerjaan, bukan membantu pekerjaan. Karena apabila menggunakan kata ‘suami membantu’, sama artinya dengan menumpukkan semua pekerjaan rumah tangga sebagai beban istri, dan suami hanya membantu sekadarnya. 

Padahal, pekerjaan rumah tangga harusnya menjadi tugas bersama suami dan istri, karena rumah itu ditinggali bersama. Saya sendiri bersyukur memiliki suami yang suportif dan tidak abai pada pekerjaan rumah tangga. Meskipun bekerja di kampus sebagai dosen, namun ketika di rumah, posisinya adalah sebagai suami dan ayah yang mau ikut memasak, beres-beres rumah, mencuci baju, mencuci piring juga menjaga anak. 

Jadi, untuk para bapak dan suami. Ingatlah untuk tidak membebankan semua urusan rumah tangga pada istri, namun harus dikerjakan bersama-sama atau jika memang ada kelebihan rezeki, tidak ada salahnya memperkerjakan asisten rumah tangga.  

2. Memberi Apresiasi

Beberapa waktu lalu, saya menonton film pendek berjudul ‘Maybe Someday Another Day But Not Today’ yang menceritakan tentang kisah seorang istri yang diperlakukan layaknya pembantu di rumahnya sendiri. Lelah dan kerja kerasnya setiap hari di rumah tak pernah dihargai. 

Sang istri lebih sering mendengar kritikan daripada apresiasi dari suaminya. Suaminya pun tak pernah menatap istrinya ketika bicara seolah istrinya adalah orang lain yang tidak penting. 

Sang istri yang ingin bekerja pun tidak diizinkan suaminya, padahal suaminya sendiri tidak bisa menghidupinya dengan layak. Sang istri juga selalu ditentang keinginannya, ia tak memiliki kuasa untuk membeli baju harian untuk di rumah juga tak dipenuhi. Padahal, istri itu butuh diapresiasi, sekadar mendengar ucapan terima kasih saja istri sudah cukup bahagia.   

3. Deep Talk dengan Istri

Jalinan komunikasi antara suami dan istri sangat penting. Coba dengarkan cerita istri, keluh kesah istri, tangisan istri, dan jangan lupa untuk memeluknya. Cari tahulah, apakah istri bahagia? Apakah istri baik-baik saja? Jangan sampai istri memendam bom waktu karena rasa lelah dan sedih yang menderanya. 

Tempo hari, viral kompilasi video Arie Keriting yang sering bertanya pada istrinya Indah Permatasari, “Kamu happy nggak?”. Hal ini membuat banyak netizen kagum karena melihat Arie Keriting sangat berusaha untuk membahagiakan istrinya. Sedangkan di kolom reply banyak netizen yang curcol jika tak pernah ditanya oleh pasangannya tentang keadaan dirinya. 

Hal ini tentunya perlu diperhatikan oleh para suami, karena banyak ibu yang pura-pura tersenyum bahagia padahal hatinya sebenarnya terluka. Maka dari itu, suami harus sesering mungkin mengobrol dan deep talk dengan pasangan. Apabila merasa bingung harus ngobrol apa, bisa kok mencontoh pertanyaan saat deep talk dengan pasangan di salah satu artikel yang ada di blog Dear Senja

Menjadi Ibu Rumah Tangga memang pilihan, namun tentunya kita juga bisa memilih untuk menjadi ibu rumah tangga yang bahagia dengan terus menjaga kesehatan mental, karena ibu yang bahagia adalah syarat utama mewujudkan anak-anak dan keluarga yang bahagia juga. 

*Artikel ini diikutsertakan dalam #DearSenjaBlogCompetition 


Referensi:

1. https://www.merdeka.com/sehat/ibu-rumah-tangga-lebih-rentan-depresi.html

2. https://www.halodoc.com/artikel/kenali-ciri-ciri-depresi-pada-ibu-rumah-tangga

3. Ilustrasi pribadi didukung aplikasi canva. 


Media Sosial Penulis:

Telegram: Richa Miskiyya

Instagram: @richamiskiyya

Tiktok: @wisatakata88 


Read More