SEPATU ARYA DAN BIMO

Minggu, Maret 06, 2011

Oleh : Richa Miskiyya

Arya akhir-akhir ini kelihatan bahagia sekali, ini dikarenakan raport semester duanya nilainya sangat memuaskan bahkan Arya mendapatkan juara umum dan naik ke kelas 5.
Karena nilainya bagus, Arya berniat meminta hadiah pada Mamanya.
“Ma, Arya boleh nggak minta hadiah?”
“Hadiah??”tanya Mama Arya yang sedang baca majalah di ruang tengah.
“Iya ma hadiah…Arya kan udah jadi juara di sekolah, boleh dong minta hadiah….” Arya pun duduk di sebelah Mama.
“Kan kemarin udah dikasih hadiah sama eyang putri sepeda baru, dikasih Om Bagas Tas baru, terus dibelikan Papa jaket keren, mau minta apalagi sayang?”
Karena keberhasilannya di sekolah, Arya memang sudah mendapatkan banyak hadiah dari Papa, Om, dan eyangnya. Tapi, Arya masih menganggap semua hadiah yang ia terima masih kurang.
“Memangnya Arya mau minta apa lagi?” tanya Mama.
“Arya mau minta sepatu baru Ma….” Jawab Arya.
“Sepatu baru?” kening Mama berkerut heran
“Sebulan yang lalu kan Mama sudah belikan sepatu, masih bagus kan?”
“Ah mama…ini kan kenaikan kelas, semua harus baru dong….” Rengek Arya.
“Siapa bilang semua harus baru?”
“Kemarin Arya lihat Danu sama Mamanya menenteng bungkusan banyak banget, isinya tuh ada tas, sepatu, sama buku-buku Ma”
“Itu kan Danu, mungkin sepatunya memang sudah rusak, tapi kalau sepatu milik Arya kan baru beli sebulan yang lalu”
“Mama gitu deh…Mama nggak bisa ngerti keinginan Arya” Arya memasang wajah cemberut.
Arya langsung pergi ke kamarnya meninggalkan Mama sendirian. Mama yang melihat kelakuan Arya hanya bisa geleng-geleng kepala.

* * * * *
Malam harinya saat makan malam Arya masih memasang wajah cemberut, ia pun ogah-ogahan makan dan hanya mengaduk-aduk makanan di piringnya.
“Arya kenapa? Kok nggak makan?” tanya Papa.
Tapi yang ditanya tetep diam dan memasang wajah protes.
“Jagoan Papa kenapa nggak makan? Nanti sakit lho…senin depan kan udah masuk sekolah lagi” kata Papa lagi.
“Itu lho Pa…Arya lagi ngambek tuh” jelas Mama.
“Ngambek?? Juara kelas kok ngambek??” kata Papa menggoda Arya.
“Itu lho Pa…Arya mau minta hadiah untuk juara kelas” jelas Mama.
“Hadiah lagi? Memangnya hadiah-hadiah yang kemarin belum cukup?” tanya Papa.
“Tapi kan Arya juga pengen sepatu Pa….” rengek Arya.
“Lho…pengen sepatu lagi?” tanya Papa lagi
“Iya Pa…jagoan kecil kita ini ingin dibelikan sepatu lagi, katanya kalau masuk sekolah harus serba baru, padahal sepatu yang dibeli sebulan yang lalu juga masih bagus”
Jawab Mama.
“Iya sayang…beli sepatunya lain kali aja ya…masih banyak lho anak-anak lain yang nggak seberuntung kamu” kata Papa memberi nasihat.
“Papa sama aja deh sama Mama….” Arya pun langsung naik ke kamarnya di lantai atas.
Meskipun Arya itu murid pintar di sekolah, tapi Arya tergolong anak yang manja, soalnya dia adalah anak semata wayang, jadi semua keinginannya pun harus dituruti oleh Papa-Mamanya, kalau tidak dituruti dia bisa ngambek dan merengek habis-habisan agar keinginannya dituruti.

* * * * *

Pagi harinya Arya tetap nggak mau keluar dari kamar, Mama pun akhirnya membujuk Arya agar mau keluar dari kamar.
“Arya…ayo keluar, Arya kan sudah kelas 5, nggak boleh manja lagi lho….”
“Beliin sepatu baru dulu, baru Arya mau keluar”
“Arya…ayo dong sayang, nggak boleh gitu….” Bujuk Mama lagi.
Akhirnya Papa pun ikut turut turun tangan membujuk Arya agar mau keluar dari kamar.
“Arya, kalau nggak mau keluar nanti nggak Papa beliin sepatu lho” kata Papa.
“Papa bohong!!!”
“Memangnya kapan Papa pernah bohong sama Arya??” tanya Papa.
Arya pun akhirnya mau keluar setelah diiming-imingi akan dibelikan sepatu baru oleh Papa.
“Sekarang kamu mandi dan sarapan dulu, baru nanti kita beli sepatu, oke jagoan”
Ujar Papa.
“Siap kapten” Arya pun sumringah dan langsung meluncur ke kamar mandi.

* * * * *
Selama di perjalanan Arya terlihat sumringah sekali, ia bersenandung-senandung kecil sambil membayangkan sepatu barunya yang sebentar lagi akan ia terima.
“Ar, sebelum ke toko sepatu, kita mampir ke rumah Pak Joko dulu ya….”
“Pak Joko yang dulu pernahs kerja di rumah kita itu lho”
“O…bapaknya Bimo ya Pa? memangnya Pak Joko kenapa Pa?”
“Kemarin Papa bertemu ibunya Bimo dan katanya Pak Joko habis kecelakaan, sepeda yang ia kendarai ditabrak motor” jelas Papa.
Papa pun membelokkan arah mobil ke sebuah daerah di pinggir kota dan berhenti di sebuah gang.
“Kok berhenti disini Pa?” tanya Arya
“Kita berjalan kaki menuju ke rumah Pak Joko, soalnya rumahnya tidak bisa dilewati mobil”
Papa dan Arya pun melewati jalanan sempit yang becek, banyak ayam dan itik yang berkeliaran, hingga mereka berhenti di sebuah rumah yang berdinding papan.
“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam, eh Pak Radit…silahkan Pak masuk” Bu Joko menyambut Papa dan Arya dengan ramah.
Keadaan Pak Joko sudah agak lumayan, meskipun tangannya masih diperban karena ada tulang yang bergeser.
Tak berapa lama seorang anak seumuran Arya keluar dari dalam rumah sambil membawa sepasang sepatu dan kaleng.
“Bimo, beri salam dulu untuk Pak Radit dan Arya” Bimo pun mencium tangan Papa dan bersalaman dengan Arya.
“Ayo Bim, kita main keluar yuk” karena Arya sudah lama tidak bertemu dengan Bimo, ia pun mengajak Bimo untuk bermain keluar rumah.
Sesampainya di teras rumah, Bimo meletakkan sepasang sepatu dan kaleng kecil yang tadi dibawanya.
“Kaleng itu isinya apa Bim?” tanya Arya.
“Kaleng ini isinya lem, mau aku gunakan untuk memperbaiki sepatuku yang rusak” jawab Bimo.
“Bapakku belum punya uang untuk membelikan aku sepatu baru, jadi aku harus memperbaiki sepatuku yang rusak ini hingga Bapak punya uang untuk membelikan aku sepatu baru” jelas Bimo
Arya bisa melihat bagaimana Bimo memperbaiki sepatunya yang mengelupas dan
Mengelemnya agar bagian depan sepatu Bimo yang membuka mirip mulut buaya bisa menutup kembali.
Arya teringat bagaimana kemarin ia merengek pada Papa dan Mamanya untuk minta dibelikan sepatu, padahal sepatu yang ia miliki masih bagus, betapa ia merasa belum bisa mensyukuri apa yang sudah ia miliki.
Sedangkan Bimo yang sepatunya sudah rusak pun rela memperbaikinya berulang kali, tapi ia tidak mengeluh.

* * * * *
Sepanjang perjalanan dari toko sepatu Arya diam seperti berfikir sesuatu. Padahal selama di toko sepatu tadi Arya terlihat bersemangat memilih sepatu paling bagus dan keluaran terbaru.
“Arya kenapa? Kok diam kenapa? nggak suka dengan sepatunya?” tanya Papa.
Arya hanya menggeleng, sesampainya di suatu perempatan jalan, Arya meminta Papa untuk membelokkan mobil ke arah kiri.
“Kita ke rumah Bimo dulu yuk Pa” Arya pun menceritakan apa yang dialaminya tadi siang dengan Bimo.
“Arya ingin memberikan sepatu ini untuk Bimo sebagai ucapan terima kasih karena sudah memberikan pelajaran yang berharga untuk Arya kalau kita harus bersyukur atas apa yang sudah diberikan Allah pada kita” jelas Arya.
Papa tersenyum dan mengacak-acak rambut Arya.
“Papa bangga sama kamu Ar”
Setibanya di rumah Bimo, Arya pun menyerahkan hadiah untuk Bimo.
“Ini apa Arya?” tanya Bimo.
“Ini sepatu untuk kamu, terima kasih ya karena kamu sudah mengajarkan suatu pelajaran berharga untukku”
Bimo yang menerima hadiah itu pun terharu dan memeluk Arya.
“Terima kasih Arya”.
“Sama-sama Bimo”.
“Mulai sekarang Arya juga berjanji untuk bisa lebih mensyukuri nikmat yang diberikan Allah, tidak akan menjadi anak manja lagi, dan akan menjadi jagoan untuk Papa-Mama” kata Arya pada Papa yang berdiri di sampingnya.
“Kamu memang jagoan Papa” kata Papa sambil mengacungkan jempol kebanggaan pada Arya.

(Dimuat di Yunior-Suara Merdeka 19 Juli 2009)
Read More