(Bukan) Kotak Pandora

Minggu, Juni 30, 2013


"Tulisan ini untuk ikut kompetisi @_PlotPoint: buku Catatan si Anak Magang Film "Cinta Dalam Kardus" yang tayang di bioskop mulai 13 Juni 2013."

 

       Aku tersentak kaget ketika kau menghempaskan tubuhmu ke atas kursi tepat disampingku. Segera kuhentikan menyalin catatan fisikaku yang belum selesai. Kupalingkan tatapanku ke arahmu. Hari itu wajahmu begitu kusut, kacau, dan ... Ah, sepertinya aku tak perlu bertanya ada apa denganmu ketika kulihat di tanganmu tergenggam sebuah kado berbungkus rapi dengan hiasan pita warna merah jambu.
            Sehari sebelumnya, aku menemanimu membeli kado itu. “Ayo, temani aku mencari kado untuk Lina, besok dia ulang tahun,” pintamu dengan wajah memelas sepulang sekolah hingga akhirnya aku mengangguk, mengiyakan ajakanmu.
            Kamu terus saja menguntit di belakangku sesampainya di toko yang menjual aneka kado. “Pilih yang paling bagus dan menurutmu dia akan suka. Aku percaya dengan pilihanmu,” bisikmu di telingaku, membuat angin kecil di daun telingaku yang membuat jantungku berdegup tak karuan.
Aku hanya bisa menghela nafas dan menyimpan degupan aneh yang bercampur dengan rasa kesalku di hati. Ini adalah kesekian kalinya aku harus menemanimu mencari hadiah untuk mendekati perempuan yang kau kagumi. Ingin rasanya aku menolak ajakanmu, karena membantumu mendekati perempuan yang kau suka adalah siksaan batin tersendiri buatku. Sayang, kau tak pernah sadari kesakitanku.
            Aku mengelilingi toko yang berisi aneka macam hadiah itu. Boneka teddy bear, jam tangan cantik, asesoris-asesoris lucu, namun belum ada yang membuatku menjatuhkan pilihan, seolah-olah aku ingin membeli kado untuk diriku sendiri hingga harus mencari yang terbaik, sedang kulihat dirimu sedang asyik melihat-lihat aneka dompet untuk cowok di etalase depan.
            Hingga akhirnya langkahku terhenti di sudut ruangan, tempat aneka bingkai dan kotak musik tertata rapi. Kuraih kotak musik berwarna merah hitam berbentuk hati, kubuka pelan kotak musik itu, dan kuputar pengait dibawahnya. Aku tersenyum ketika kulihat sebuah boneka balerina menari-nari berputar mengikuti irama musik.
           “Kau suka itu?” tiba-tiba kau sudah berdiri di sampingku, ikut menikmati tarian balerina di atas kotak musik yang kupegang. Aku mengangguk dan tersenyum.
Kau pun segera mengambil alih kotak musik itu dari tanganku, “Pasti Lina juga akan suka kotak musik ini,” katamu seraya beranjak menuju kasir.
Lagi-lagi seperti ada godam yang memukul-mukul ulu hatiku, kugigit bibirku, “Aku juga ingin kotak musik itu, Rama,” ucapku lirih, hingga sepertinya aku sendiri yang bisa mendengar kalimat yang baru saja kuucapkan.
“Ucapan selamat ulang tahun ini bagus, gak?” kau menunjukkan sebuah bingkai ucapan selamat ulang tahun yang terbuat dari stik es krim. Aku hanya tersenyum dan mengangguk. Dua hadiah itu pun akhirnya dibungkus oleh karyawan bagian pembungkus kado untuk Lina, bukan aku.  
“Ini untukmu saja,” ucapmu yang menyadarkanku dari lamunan.
“Maksudmu?”
“Iya, kado ini untukmu saja. Aku ditolak Lina.” Aku menerima kado pemberianmu itu. Meskipun kado itu tak langsung dari hatimu, tapi aku bahagia menerimanya.
Semua pemberian darimu kusimpan rapi di dalam kardus kecil ini, termasuk sebuah jam tangan yang kau berikan sebagai kenang-kenangan tanda kelulusan.
“Waktu selalu bersahabat dengan rindu, kenanglah aku di tiap doamu,” ucapmu sebelum kau pergi ke Yogyakarta melanjutkan kuliahmu.
Hingga kini kusimpan kotak berisi kenangan bersamamu, meski terasa pahit, tapi ini bukan kotak pandora, karena di dalamnya ada cinta yang masih kusimpan rapi hingga kini, sendiri. (*)

Posting Komentar