Sahabat Terbaik itu Bernama Buku

Sabtu, Januari 30, 2016


“There is no friend as loyal as book”
                               -Ernest Hemingway –


Pernahkah merasa kesepian dan tidak memiliki teman untuk berbicara? Atau pernahkah kita berusaha mencari solusi tentang sebuah permasalahan namun kita bingung harus bertanya pada siapa?

Bisa jadi kita memang punya banyak teman, juga sahabat. Namun, karena alasan jarak, waktu, dan kesibukan, seringkali membuat kita tak bisa bertemu dan tak bisa saling bertukar cerita. 

Lalu, apa yang harus kita lakukan ketika galau melanda, ketika tidak ada kawan dan saudara di sisi kita? Apakah kita perlu mencurahkan isi hati dan kegalauan kita ke sosial media? Sebelum mencurahkan kegalauan kita di sosial media, ada baiknya kita perlu bertanya pada hati kita, apakah dengan curhat ke sosmed akan menyelesaikan masalah atau justru akan menambah permasalahan? 

Ya, sebagai manusia biasa, tentunya kita sering ditimpa permasalahan, merasa kesepian dan bosan, begitu juga dengan saya. Namun saya bukan tipe orang yang suka mengumbar masalah dan berkeluh kesah di sosial media, karena saya lebih suka menghalau kegalauan saya dengan menyepi dari hingar bingar dunia kemudian bercengkerama dengan buku-buku koleksi saya di salah satu sudut rumah.

Membaca buku membuat saya lebih tenang dan nyaman, setiap kalimat yang saya baca seolah menjadi obat peredam rasa nyeri yang seringkali menyelimuti hati tanpa permisi.  

Bersama koleksi buku kesayangan

Memahami Diri dan Orang Lain

Sejak kecil, saya sudah sangat suka membaca, namun karena keterbatasan uang saku, saya tidak bisa membeli buku-buku bacaan sesuka hati saya. Saya harus menabung beberapa minggu untuk mendapatkan buku yang saya inginkan, hingga saya pun lebih banyak meminjam buku dari perpustakaan sekolah. 

Ada banyak buku yang saya baca, dari buku-buku karya sastra karangan Marah Rusli, Chairil Anwar, dan sastrawan lainnya, hingga buku-buku serial seperti Lupus dan Lima Sekawan. 

Bagi saya buku adalah sahabat yang setia, karena ia selalu menemani saya, baik saya sedang sedih maupun bahagia. Buku tidak pernah marah, ia juga tidak pernah menyakiti. Buku lebih banyak memberikan tawa bahagia bagi saya, buku juga memberikan ruang imajinasi yang bisa membuat saya lebih bisa memahami diri.
Bahkan, tak hanya membuat saya bisa memahami diri saya sendiri, namun buku juga bisa membuat saya lebih memahami karakter orang lain lewat buku-buku yang saya baca, khususnya buku-buku fiksi.

Menurut sebuah penelitian yang dimuat di Jurnal Science, disebutkan bahwa orang-orang yang membaca buku fiksi akan lebih mudah memahami karakter dan perasaan orang lain, hal ini disebut “theory of mind’. 

Bagi saya, penelitian ini memang benar adanya, bukan karena penelitian ini dimuat di jurnal ternama, akan tetapi karena hal itu juga saya rasakan. Membaca buku-buku fiksi telah membuat saya mengenal berbagai macam karakter manusia lewat tokoh-tokoh dalam novel atau kumpulan cerpen yang saya baca, dengan begitu akhirnya saya pun jadi lebih paham bagaimana harus bersikap ketika menghadapi orang lain dengan karakter yang beragam.

Cerita dalam novel atau cerpen seringkali pula mirip atau hampir sama dengan permasalahan yang kita alami sehari-hari, dari berbagai macam permasalahan yang dihadapi tokoh-tokoh ini pula saya belajar bagaimana menghadapi setiap masalah dalam kehidupan saya dengan langkah yang tepat dan bijak. 

Membaca Buku, Membaca Pengalaman

Orang bijak mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik, kita tidak hanya bisa belajar dari pengalaman yang kita alami sendiri, akan tetapi kita juga bisa belajar dari pengalaman yang dialami oleh orang lain. 

Seringkali, ketika melihat kesuksesan seseorang, kita akan melihat ketika dia sudah berada di atas, sehingga kita lupa bahwa ada perjuangan yang ia lakukan untuk meraih kesuksesan.

Jika dulu, kisah sukses seseorang hanya bisa kita dengar di seminar atau ketika ia diwawancara televisi, namun saat ini banyak sekali buku-buku yang berisi tentang kisah sukses juga kisah perjalanan hidup seseorang.

Sejak kecil, saya bercita-cita menjadi seorang penulis, saya bermimpi bisa menjadi seperti Charil Anwar yang pandai berpuisi atau seperti Hilman Hariwijaya yang pandai membuat pembacanya tertawa. 

Namun, ternyata menjadi penulis tidak semudah yang saya bayangkan, ada banyak batu terjal yang harus saya hadapi, puluhan cerpen saya ditolak koran dan majalah, puisi-puisi yang tak berkabar, juga artikel dan resensi yang tak pernah mendapat jawaban pasti.

Buku terbitan Stiletto Book

Pernah saya ingin mengubur cita-cita saya, hingga kemudian saya membaca sebuah buku berjudul ‘A Cup of Tea for Writer’ terbitan Stiletto Book, penerbit buku perempuan di Yogyakarta. Buku ini berisi kisah-kisah inspiratif para penulis dalam meraih mimpinya. 

Setelah membaca buku tersebut saya sadar bahwa untuk menjadi penulis bukan hanya ide dan imajinasi yang harus saya miliki, namun saya juga harus memiliki ketekunan dan jiwa pantang menyerah. 

Dari Buku Berlanjut ke Malam Minggu

“Macam roman 70-an aja kau, berawal dari buku berlanjut ke malam minggu"
Jika anda penggemar film Indonesia, tentunya tak asing dengan kutipan di atas. Ya, kutipan tersebut berasal dari film Ada Apa Dengan Cinta, sebuah film fenomenal di awal tahun 2000-an. 

Bagi saya, kutipan ini sangatlah berkesan, karena kisah cinta saya memang tak jauh dari buku. Pada masa kuliah dulu, saya pernah mengikuti sebuah lomba cerpen mahasiswa yang mana cerpen terpilih dirangkum dalam sebuah buku antologi cerpen. 

Buku antologi cerpen itulah yang akhirnya mempertemukan saya dengan seorang lelaki tampan, baik hati, dan pandai berpuisi (mirip dengan Rangga, kan?), yang mana lelaki itu kini menjadi calon suami saya. 

Antologi cerpen mahasiswa
yang pertemukan saya dan calon suami

Perjalanan cinta saya dengan calon suami saya ini pun tak pernah jauh dari buku, dibanding pergi nonton di bioskop atau makan di restoran, kami lebih sering pergi kencan ke toko buku, pergi ke pameran buku atau mencari buku-buku bekas di pasar buku shopping, Yogyakarta.

Bagi saya, romantisme bukan ketika kekasih memberikan bunga atau mengajak saya makan malam di sebuah restoran mahal, namun romantis itu ketika ia memberikan buku langka yang saya idamkan sejak lama juga ketika ia menggandeng tangan saya menyusuri rak-rak  di toko buku.  

Oleh karena itu, bagi saya, buku bukan hanya sahabat setia, namun ia juga menjadi saksi perjalanan hidup dan kisah cinta saya. Ia telah menjadi sahabat terbaik yang menyimpan dalam diam setiap derai tawa juga tetesan air mata saya. 

Membaca buku tak akan membuat kita menjadi buruk rupa. Jadi, jangan pernah enggan untuk membaca buku, karena dari buku kita bisa mengenal dunia juga manusia lainnya, dan siapa tahu, lewat buku kamu bisa menemukan jodohmu. ^_^ (*) - Richa Miskiyya

Nama   : Richa Miskiyya

FB        : Richa Miskiyya
Twitter : @richamiskiyya
IG        : @richamiskiyya
Email   : richair89@gmail.com 




Posting Komentar