Dilan 1990: Tentang Nostalgia pada Rindu dan Cinta Masa SMA

Minggu, Agustus 29, 2021

Membuat film yang diangkat dari sebuah novel laris memang tidaklah mudah. Ada ekspektasi dari para pembaca yang mau tidak mau harus diakomodir, tentang imajinasi rupa para tokohnya, juga tentang setting tempat dalam novel yang sebisa mungkin harus bisa diwujudkan semirip mungkin.

Hal ini juga terjadi pada film Dilan 1990 yang diangkat dari novel best seller karya Pidi Baiq. Fajar Bustomi dan Pidi Baiq sebagai sutradara harus bekerja keras untuk tidak mengkhianati imajinasi pembaca tentang sosok Dilan dan Milea yang sudah membuat banyak pembacanya jatuh cinta.

Dilan 1990

Dilan dan Milea: Penerus Estafet Ikon Kisah Cinta Masa SMA

Kisah cinta masa SMA memang selalu bisa menjadi magnet dalam sebuah film. Namun, tak semua film yang mengangkat kisah cinta di masa putih abu-abu bisa sukses dan melekat erat di hati penontonnya. 

Di akhir tahun 70-an, Indonesia memiliki pasangan film ikonik yaitu Galih dan Ratna (Gita Cinta dari SMA), setelah dua dekade barulah kemudian muncul pasangan Rangga dan Cinta (Ada Apa dengan Cinta), hingga kemudian di tahun 2018 hadir pasangan Dilan dan Milea (Dilan 1990). 

Pasangan dalam film bisa disebut ikonik tentu tidaklah mudah, ada lambang dan simbol yang dibangun apik sehingga ingatan itu melekat pada penonton. Coba saja kita sebut nama ‘Dilan’, maka secara otomatis ingatan kita juga akan merujuk pada sosok ‘Milea’. 

Tidak hanya pada nama tokohnya, film Dilan 1990 juga berhasil mengangkat simbol lain yang melekat pada sosok Dilan dan Milea. Jika di novel tidak disebutkan secara rinci bagaimana penampilan Dilan dan Milea sehari-hari. Maka pada film Dilan 1990, divisi wardrobe berhasil menampilkan kekhasan pakaian pada sosok Dilan dan Milea. Dilan dengan jaket jeans belel warna biru, serta Milea yang mengenakan jaket baseball warna merah. 

Jaket jeans warna biru dan jaket baseball warna merah ini selalu menjadi bagian yang tidak terpisahkan ketika kita ingin menggambarkan sosok Dilan dan Milea. Bahkan, ketika Dilan dan Milea ditampilkan dalam sketsa atau iklan televisi, jaket jeans serta jaket baseball tidak akan ketinggalan untuk ikut ditampilkan. 

Visualisasi Dilan dan Milea

Seperti yang sudah saya sampaikan di awal, memilih sosok yang bisa memvisualisasikan Dilan dan Milea tentunya tidaklah mudah. Saya sebagai salah satu pembaca novelnya memiliki perasaan harap-harap cemas ketika mengetahui bahwa Iqbaal Ramadhan dan Vanesha Prescilla yang didapuk sebagai pemeran Dilan dan Milea. 

Rasa cemas ini bukanlah tanpa alasan, karena seringkali saya merasa kecewa ketika melihat akting aktor dan aktris dalam film yang diangkat dari sebuah novel dan tidak sesuai ekspektasi. Apalagi Iqbaal selama ini dikenal sebagai sosok yang kalem dan tidak pecicilan, sedangkan untuk Vanesha, Dilan 1990 adalah film pertamanya dan ia langsung didapuk jadi pemeran utama wanita. Pertanyaan saya sebelum menonton Dilan 1990 adalah “Bisa nggak ya, mereka memerankan Dilan dan Milea dengan baik?”

Capture Film Dilan 1990

Dan setelah saya menonton filmnya, saya bisa tersenyum lega, ternyata Iqbaal dan Vanesha bisa menghadirkan sosok Dilan dan Milea dengan sangat baik. Meskipun yah, saya masih agak terganggu dengan cara tertawa Milea yang agak cringe dan kurang tulus saat mendengar dan menanggapi joke dari Dilan, tapi so far nggak terlalu masalah sih, saya masih bisa menikmati filmnya.   

Sedangkan untuk sosok Dilan, saya cukup terkejut ternyata Iqbaal bisa memvisualisasikan sosok Dilan dengan baik. Iqbaal bisa menghadirkan sosok Dilan yang garang sekaligus bucin. Mimik wajah Iqbaal saat merayu dan melancarkan gombalan pada Milea, ternyata berhasil membuat saya ikut tersenyum dan tersipu. 

Bandung dan Rasa 1990 yang Kuat

Setting Bandung tahun 1990 memang terasa kuat di film Dilan, untungnya setting Dilan 1990 tidak banyak yang mengambil lokasi-lokasi publik seperti pasar atau terminal. Paling hanya sekolah, rumah, warung Bi Eem, dan jalanan pinggir kota. 

Rumah dan sekolah yang ada di Bandung tentu masih banyak yang bergaya lama, sehingga tidaklah sulit untuk menemukan setting untuk memperkuat tahun 1990. Termasuk juga ketika Dilan dan Milea berboncengan naik motor, dipilih setting jalanan yang cenderung sepi agar tidak muncul unsur-unsur modern di dalamnya. 

Meskipun begitu, ada setting yang agak mengganggu, yaitu ketika Bundanya Dilan yang diperankan oleh Ira Wibowo mengantar Milea pulang. Saat di mobil terlihat pemandangan di luar mobil tampak sekali unsur CGI nya. 

Saat menontonnya saya berpikiran, “Kok pakai CGI, sih?” Hingga kemudian saya ingat bahwa setting waktu film ini adalah tahun 1990, dan tentunya akan cukup sulit menghadirkan visual jalanan tahun 1990 tanpa menggunakan CGI. 

Sedangkan untuk properti pendukungnya bisa dibilang sudah mewakili tahun 1990an, seperti telepon umum, motor CB 100, bus yang digunakan untuk ke TVRI Jakarta, juga model becak lama yang digunakan. 

Pemain Pendukung dan Cameo Kejutan

Dilan 1990 bergulir semakin apik dengan hadirnya para pemain pendukung dengan kualitas akting yang mumpuni, sehingga bisa semakin membawa cerita Dilan 1990 ke arah yang tepat. Seperti Ira Wibowo (Bunda Dilan), Happy Salma (Ibu Milea), Farhan (Ayah Milea), Adhysti Zahra (Adik Dilan), Tike Priatnakusuma (Bi Eem), Rifku Wikana (Pak Suripto), juga Joe P Project (Ayah Beni), dan Brandon Salim (Beni) .

Dan tentunya yang tidak kalah mengejutkan adalah kehadiran Ridwan Kamil sebagai salah seorang Guru di sekolah Dilan dan Milea, yang saat film ini dirilis Ridwan Kamil masih menjabat sebagai Walikota Bandung. Meskipun hanya muncul sekilas dengan dialog yang singkat, namun kehadiran Ridwan Kamil ini tentunya menjadi warna tersendiri di film ini, apalagi akting Ridwan Kamil terbilang luwes dan tidak kaku. 

Selain Ridwan Kamil, kehadiran Sissy Priscillia sebagai narator sosok Milea Dewasa juga menjadi kejutan tersendiri. Sissy yang merupakan kakak kandung dari Vanesha Prescilla, keduanya memiliki kemiripan dalam hal wajah. Hal ini menurut saya tentunya menjadi pilihan yang tepat, karena sebagai penonton, saya merasa terbantu ketika harus mengimajinasikan sosok Milea Dewasa yang hidup di tahun 2019 yang sedang menceritakan masa lalunya di tahun 1990. 

Pidi Baiq dan Nyawa di Film 1990

Infografis Dilan 1990 (dari berbagai sumber)

Saya berani mengatakan bahwa kehadiran Pidi Baiq sebagai Sutradara bersama Fajar Bustomi serta penulis skenario bersama Titien Wattimena menjadi keunggulan di film ini. Tak banyak penulis yang novelnya diangkat menjadi film, ikut terjun juga sebagai penulis skenario juga sutradara di filmnya. 

Namun, hal ini tentunya sebuah pengecualian untuk Pidi Baiq, karena menurut saya, Pidi Baiq memang harus hadir secara langsung dalam proses penggarapan film ini, karena Pidi Baiq adalah nyawa untuk sosok Dilan. 

Banyak teori yang mengatakan bahwa Dilan adalah Pidi Baiq, tapi entah benar atau tidak teori tersebut, sosok Dilan, Milea, juga teman-teman lainnya memang benar-benar ada di dunia nyata, dan Pidi Baiq juga mengakui hal tersebut. 

Penggambaran sosok Dilan dalam novel dan film, yang garang sekaligus romantis, pembangkang sekaligus bucin, juga memiliki ide-ide yang lucu dan segar ketika mendekati Milea, memang hanya bisa ditulis oleh seorang Pidi Baiq. 

Cerita tentang Dilan yang memberi hadiah buku TTS yang sudah diisi, atau Dilan yang membawa Bi Asih untuk memijat Milea yang sakit, juga ketika Dilan meminta Milea untuk membawa materai yang kemudian ditempel di surat proklamasi cinta mereka. Hal-hal tersebut tentunya menjadi ide romantis sekaligus kocak yang menurut saya hanya bisa terpikirkan oleh Pidi Baiq. 

Apalagi ditambah dengan kalimat-kalimat tanda sayang yang diucapkan Dilan pada Milea, 

“Milea, kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu, enggak tahu kalau sore. Tunggu aja.”

Atau kalimat ikonik yang selalu terngiang dari sosok Dilan, "Kamu jangan rindu, berat, kamu nggak akan kuat, biar aku aja." 

Dilan 1990 (Sumber: IMDb)

Sekarang bayangkan saja, siapa perempuan yang nggak akan jatuh cinta bila bertemu dengan sosok Dilan, bahkan dengan hanya menonton adegan antara Dilan dan Milea di film saja, rasanya membuat kita seperti jatuh cinta kembali. 

Nostalgia dengan Perasaan Cinta Ketika SMA 

Bagi para penonton remaja, film Dilan 1990 tentunya sangat dekat dengan kehidupan mereka. Namun, sebenarnya film Dilan 1990 ini tidak hanya bisa dinikmati oleh mereka para penonton usia remaja, tetapi juga bisa membuat hati berbunga-bunga penonton usia young adult bahkan dewasa. Maka, tidaklah mengherankan jika film Dilan 1990 bisa meraup lebih dari 6 juta penonton. 

Film Dilan 1990 akan mengajak kita yang sudah melewati masa-masa SMA untuk bernostalgia dan mengenang tentang sosok manis yang mengenalkan kita cinta di masa putih abu-abu. Entah itu kekasih pertama, gebetan, atau hanya sekadar sosok tampan yang hanya bisa dikagumi dari jauh. 

OST Dilan 1990 (Sumber: Youtube The Panasdalamusic)

Perasaan nostalgia yang membahagiakan ini semakin lengkap dengan hadirnya original soundtrack dari  The Panasdalam Bank besutan Pidi Baiq yang memiliki lirik sederhana namun maknanya begitu dalam.

Dulu kita masih remaja

Usia anak SMA

Di sekolah kita berjumpa

Pulang pasti kita berdua

Dan kini kamu, ada dimana

Dan kini rindu, apa kabarmu

Dan ingin lagi, ingin lagi 

Jumpa

Dulu kita masih bersama

Asmara anak SMA

Dulu suka selalu denganmu

Di atas motor berdua

Secara keseluruhan saya memberikan nilai 3,5/5 bintang untuk Film Dilan 1990 ini. Kisah Dilan dan Milea bukanlah kisah yang mewah, namun kisah cinta sederhana yang manis antara dua anak SMA yang jatuh cinta dengan segenap tawa, tangis, cemburu, juga amarah. Siapapun yang pernah jatuh cinta di usia remaja, pasti akan bisa merasakan rasa cinta itu tiba-tiba tumbuh kembali ketika menonton film ini. Sebuah cinta yang tidak untuk dikejar kembali, namun cinta yang cukup untuk dikenang secukupnya dan sewajarnya. (*)




     


6 komentar

  1. Beruntung dulu masih sempat nonton film era 90an. Film yg tidak alay jalan ceritanya dan jadi contoh pergaulan anak muda masa itu. Hadirnya film dilan, jd mengenang masa lalu saat SMA. Seneng bgt liatnya

    BalasHapus
  2. Review nya lengkap Mbak. Berkat Dilan pula dua pasangan ini memang jadi iconik. Meski beberapa hal memang nggak terwakilkan di film ini, tapi cukup menggebrak dunia.

    BalasHapus
  3. aku suka banget sama novelnya, sayang penikmat novel kadang dikecewakan sama film dan begitu sebaliknya. kalau aku pribadi ya, aku lebih suka novelnya hihi. ulasannya tapi bagus mbak ica!

    BalasHapus
  4. Dilan memang sangat disukai ya saat itu. Noltalgia dan rindu masa SMA jadi satu. Pembuat filmnya pintar mencari bahan yang bagus dari novel yang juga bagus.
    Pemainnya juga ok. Pas pembawaannya.

    BalasHapus
  5. Emang ya dilan itu sweet banget ceritanya. Romansa kisah2 anak sma yang lucu dan nggemesin.

    BalasHapus